CERPEN - SINGGAH - Oleh : Icha Isnaini



Aku terperanjat dari tidur malamku saat mendengar suara kereta yang melaju kencang. Sepertinya lagi-lagi aku ketiduran di bangku stasiun. Beruntung malam itu tak terlalu ramai orang yang akan naik kereta. Jadi kupikir, aku tak terlalu mengganggu para calon penumpang yang ingin duduk di sini. Beberapa dari mereka kadang mengusirku dengan kasar dan memintaku untuk pergi.

 Kuregangkan tubuhku yang putih mulus. Berharap ototku tak tegang setelah tidur malam yang sempat terjeda tadi.

 “Sepi sekali,” batinku. Bahkan petugas stasiun dan para porter yang biasa mangkal di sini juga tak kelihatan batang hidungnya.

 Orang jaman sekarang sepertinya lebih memilih bepergian menggunakan kendaraan pribadinya dibanding harus bersusah payah naik kereta. Membuat orang-orang yang bekerja di stasiun lebih banyak menganggur.

 Saat aku hendak kembali tidur, mataku yang bulat dan berwarna biru menangkap kedatangan seorang pemuda tampan dari kejauhan.

 Aku berniat mendekat padanya dan menyapanya. Sudah kuduga, kali ini ia akan datang. Cukup lama pemuda itu tak ke stasiun ini. Satu bulan yang lalu adalah terakhir kali pertemuan kami.

 “Kamu nunggu aku?” Pemuda itu membelai kepalaku. Sungguh menyenangkan saat ia memanjakanku seperti ini. Aku menyukainya.

 Ia kemudian berjalan ke bangku tempat aku tidur tadi dan duduk di sana sambil meletakkan tas ranselnya yang berat.

 “Kamu tambah cantik aja.” Kini pemuda itu mengelus daguku dengan mesra. “Udah makan belum? Ini aku bawa makanan buat kamu.”

 Pemuda itu menyuapiku. Ia memastikan aku makan apa yang ia bawa. Ternyata ia mengingatku.

 “Kayaknya, kita nggak bakal ketemu lagi, deh. Aku udah resign dari pekerjaan dan aku nggak bakalan balik ke Jakarta. Ibuku yang ada di desa sakit-sakitan. Nggak ada yang jaga dia. Kamu baik-baik di sini, ya. Jangan nakal.”

 Aku menatap wajah lesu pemuda itu dengan tatapan haru. Aku baru saja mengenalnya dan kini ia berkata bahwa kami tak akan pernah bertemu lagi.

 Beberapa saat kemudian, terdengar suara kereta yang berhenti. Sambil sedikit bergegas, pemuda itu kembali memakai ranselnya. Pemuda itu masih sempat melambaikan tangannya padaku sebelum akhirnya pria itu masuk ke dalam kereta.

 Pemuda yang kupikir benar-benar menyukaiku itu ternyata hanya singgah. Tak ada yang bisa ia janjikan kecuali sebuah perpisahan.

 Kupalingkan wajahku dari pemuda kejam itu dan berjalan menuju pemuda lain yang memanggilku, “Pus!”  ( Kediri, 28 November 2022 -  Icha Isnaini )

Posting Komentar untuk "CERPEN - SINGGAH - Oleh : Icha Isnaini"

www.jaringanpenulis.com




Affiliate Banner Unlimited Hosting Indonesia
SimpleWordPress