Mei Heart Me
Oleh : Risky Fitria
Harini
“Ini
adalah penelitian paling fenomenal di negaraku. 15 tahun aku memperjuangkan
keabsahan realita yang ada dan baru disetujui saat object penelitianku sudah
mati semua,” tegasnya seraya melemparkan buku tebal hard cover yang di halaman
pertama ditandatangani langsung oleh president Amerika Serikat kala itu.
“ Dan
ingat,rahasiakan eksperimenmu jika engkau ingin mendapatkan data akurat,”
ucapnya dengan wajah yang tak sedikitpun mengarah padaku.
Logikaku benar-benar tak sanggup mencapai konsep pemikiran yang sangat amat tajam dari apa yang dituliskan oleh Prof. Edrick Samson dalam buku penelitiannya tersebut.
Disitu dituliskan bahwa tiap pengidap gangguan jiwa akan mengalami titik kewarasan terendah pada satu hari tertentu di tiap tahunnya. Dalam perhitungan naik turunnya kerentanan fisik manusia dalam menanggapi perubahan iklim ,didapatkan bahwa satu hari istimewa itu akan selalu jatuh pada satu hari di bulan Mei. Karena itulah bulan Mei menjadi bulan eksklusif yang menjadi rahasia dari setiap dokter jiwa dalam sumpah jabatannya. Bulan Mei akan menjadi bulan kebebasan bagi para penghuni Rumah Sakit Jiwa untuk melebarkan karakter egoisnya.
Logikaku benar-benar tak sanggup mencapai konsep pemikiran yang sangat amat tajam dari apa yang dituliskan oleh Prof. Edrick Samson dalam buku penelitiannya tersebut.
Disitu dituliskan bahwa tiap pengidap gangguan jiwa akan mengalami titik kewarasan terendah pada satu hari tertentu di tiap tahunnya. Dalam perhitungan naik turunnya kerentanan fisik manusia dalam menanggapi perubahan iklim ,didapatkan bahwa satu hari istimewa itu akan selalu jatuh pada satu hari di bulan Mei. Karena itulah bulan Mei menjadi bulan eksklusif yang menjadi rahasia dari setiap dokter jiwa dalam sumpah jabatannya. Bulan Mei akan menjadi bulan kebebasan bagi para penghuni Rumah Sakit Jiwa untuk melebarkan karakter egoisnya.
“Aku harus
melakukannya hari ini.” Ucapku. Kuperiksa lagi segala perlengkapan yang akan
aku gunakan untuk merekam kejadian di RS Jiwa Kebun Lontong. Setelah bertanya
kesana kemari selama dua hari, akhirnya akupun memilih satu orang penghuni RS
Jiwa yang bernama Ferina sebagai objeck penelitianku.
Setahun
lalu seorang laki laki setengah baya membawanya dengan menggunakan karung besar
dan diikat di sekujur tubuhnya. Hal itu terpaksa ia lakukan sebab Ferina
dianggap sangat berbahaya setelah menggigit hidung salah seorang warga ketika
disuruh pergi dari lubang pembuangan sampah di belakang kantor desa. Saat
inipun sejak tiga hari yang lalu ia memilih untuk tidur di lubang pembuangan
sampah yang terletak di belakang kamar mandi RSJ.
Aku sudah
memasang kamera pengintai yang dilengkapi dengan radar di satu sudut atas kamar
mandi mengarah ke tempat pembuangan sampah. Kamera tersebut aku pasang ketika
aku berpura-pura ingin buang air besar kala itu.
Malam ini aku begadang untuk mengawasi gerak geriknya yang terekam dan dapat kulihat langsung dari monitor di kamar kosku. Gadis itu tengah mengais-ngais sampah. Ia mengeruk tanah dengan sangat kasarnya kemudian mengambil semacam bungkusan kantong hitam panjang yang ternyata berisi Samurai.
Malam ini aku begadang untuk mengawasi gerak geriknya yang terekam dan dapat kulihat langsung dari monitor di kamar kosku. Gadis itu tengah mengais-ngais sampah. Ia mengeruk tanah dengan sangat kasarnya kemudian mengambil semacam bungkusan kantong hitam panjang yang ternyata berisi Samurai.
Ia mulai
membuka samurai tersebut,dan apa yang ia lakukan,
“Alamak,
apa-apaan perempuan itu??” mataku terbelalak lebar.
Dengan keras ia melibas perutnya sendiri. Aku benar benar tak sanggup melihatnya. Kututup mataku rapat rapat. Semenit kemudian,aku menengok kembali. Kulihat perempuan itu baik baik saja,bahkan nampak bahagia. Dilemparnya samurai itu ke belakang tubuhnya. Seraya mengambil sesuatu dari dalam perutnya.
Dengan keras ia melibas perutnya sendiri. Aku benar benar tak sanggup melihatnya. Kututup mataku rapat rapat. Semenit kemudian,aku menengok kembali. Kulihat perempuan itu baik baik saja,bahkan nampak bahagia. Dilemparnya samurai itu ke belakang tubuhnya. Seraya mengambil sesuatu dari dalam perutnya.
“Ya ampun,
ini, ini, tidak mungkin...” Aku terperanjat. Gadis itu meletakkan seonggok
daging yang tak lain adalah hatinya sendiri. Ia bersihkan dengan menggunakan
robekan kain bajunya. Dan seolah tak percaya dengan apa yang aku lihat. Onggokan
hati itu mempunyai mata, telinga dan mulut, tanpa hidung. Dan terjadilah
perbincangan.
“Wahai
hatiku,apa kabarmu?sudah setahun ini aku mendiamkanmu.” Tanyanya seraya
meletakkan perlahan hati itu di atas pangkuannya.
“Seperti
yang kau lihat,aku sedang kosong. Di dalam sana yang aku lakukan hanya
menggelinding,berpura pura mencari tempat yang hangat untuk aku tinggali,sambil
menikmati coklat manis kesendirian.”
“Benarkah?
hhmm....masih terasakah manisnya?” tangan kanannya mengelus lembut hati itu.
“Seharusnya
ya,sejauh aku mampu bersabar,tapi logikaku sedang jauh dariku,entah dimana dia
sekarang.”
“Mungkin
benar,kau perlu berhati hati dengan lilin nyawa yang kau nyalakan sendiri agar
kau tidak sampai terbakar karena apa yang terlihat di mata,apa yang didengar
telinga. Kadang mereka bisa menjadi jahat tanpa merasa jahat,atau menjadi baik
dengan berpura pura baik..” Tubuhku makin merinding melihat apa yang terjadi di
depan mataku.
“Benar, tapi
jangan khawatir, kaca mataku masih tajam dan kuat. Walau kadang asap hitam
menggelapkan dan sinar cahaya menyilaukan.”
“Aku
percaya padamu.” Senyumnya meluruh bersama cairan kental yang terus keluar dari
lubang di perutnya.
“Kotak
cinta itu masih membenam di dirimu kan?” lanjutnya.
“Pastinya.”
“Wahai
hatiku, apa yang akan kau lakukan setelah ini?”
“Aku akan
berkelana utuk mencari belahan hidupku, yang punya nafas untuk melengkapiku.
Tapi untuk itu aku takkan melewati celah kata-kata manis, atau meniti tali
dendam amarah,apalagi berkendarakan janji palsu. Akan aku gunakan sayapku ini,
cukup dengan ini.” Perlahan keluarlah sayap emas dari onggokan hati itu. Kemudian
mengibas ngibas dan terbang.
“Aku akan
terbang bebas bersama harapanku. Dan kembali bersama keutuhan yang menghidupkan
hidupmu seperti dulu.”
“Pergilah,
dan cepat kembali sebelum aku mati dalam kehampaan bahkan oleh hatiku sendiri.”
Hati itu terbang,berputar putar dan bercahaya. Sekilas hanya tampak bekas cahaya
dan hilang entah kemana.
Tet
noooottt. Bel kamar kosku berbunyi. Tidak biasanya,tengah malam begini siapa
yang datang berkunjung ke kamarku. Kubuka pintu dan,
“A..aa..aaa....”
Jantungku tersentak melihat onggokan hati itu berada di depan mataku. Ia
bercahaya makin terang,terang sekali. Aku tak dapat melihat apapun selain
cahaya putih di mataku. Aku merasa terjatuh. Mataku masih tetap tak mampu
melihat apapun. Hanya kurasakan perutku seperti terkoyak koyak tanpa rasa
sakit. Yang ada hanya rasa lapar.
Aku membuka mata perlahan. Ternyata semalaman aku pingsan. Dan pintu kamarku masih terbuka. Aku ingat satu hal,video rekamanku. Kulihat hati bersayap itu kembali pada Ferina dengan membawa satu hati bersayap lain tanpa mata,telinga dan mulut. Tapi hanya berhidung. Tampak kedua hati tersebut menyatu. Mungkin nafas hidup yang dimaksud adalah hati berhidung itu,yang kemudian melengkapi menjadi satu kesatuan yang utuh. Aku terpana,mataku tak berkedip. Dan perlahan hati tersebut membelah menjadi dua kembali yang masing masing mempunyai mata,hidung,mulut dan telinga yang lengkap. Satu hati masuk kembali ke dalam tubuh gadis itu,dan yang satu pergi entah kemana.
Tiba –tiba kurasakan ada sesuatu yang mengganjal di perutku. Astaga. Kulihat ada bercak darah disitu. Apa mungkin? Terlepas dari eksperimen yang tengah aku lakukan,akan aku temui gadis itu, hari ini juga.
Aku membuka mata perlahan. Ternyata semalaman aku pingsan. Dan pintu kamarku masih terbuka. Aku ingat satu hal,video rekamanku. Kulihat hati bersayap itu kembali pada Ferina dengan membawa satu hati bersayap lain tanpa mata,telinga dan mulut. Tapi hanya berhidung. Tampak kedua hati tersebut menyatu. Mungkin nafas hidup yang dimaksud adalah hati berhidung itu,yang kemudian melengkapi menjadi satu kesatuan yang utuh. Aku terpana,mataku tak berkedip. Dan perlahan hati tersebut membelah menjadi dua kembali yang masing masing mempunyai mata,hidung,mulut dan telinga yang lengkap. Satu hati masuk kembali ke dalam tubuh gadis itu,dan yang satu pergi entah kemana.
Tiba –tiba kurasakan ada sesuatu yang mengganjal di perutku. Astaga. Kulihat ada bercak darah disitu. Apa mungkin? Terlepas dari eksperimen yang tengah aku lakukan,akan aku temui gadis itu, hari ini juga.
TENTANG PENULIS
Risky Fitria
Harini adalah seorang pengajar di
salah satu Sekolah Luar Biasa yang ada di Bondowoso. Saat ini ia juga tengah
menekuni kegiatan di dunia kepenulisan. Karyanya sudah beberapa kali dibukukan
dalam bentuk antologi, baik cerpen maupun puisi. Dan beberapa tulisannya pernah
dimuat ke koran lokal di Medan. Dan sebagian lagi, terbit di koran lokal
Bondowoso (secara, wartawannya dia-dia juga). Sambil terus belajar dan menggali
ilmu, ia juga mendirikan sebuah penerbitan Self Publishing bernama Raditeens
Publisher. Jika ingin berkomunikasi dengannya, bisa melalui akun Facebook Risky
Fitria Harini atau Raditeens Publisher. Twitter di @raditeens_good. Untuk Blog,
sudah ada sih, tapi sementara belum banyak diisi, jadi nanti-nanti saja
publikasinya.
CATATAN: Setiap karya yang kami publikasikan hak cipta dan isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis
Posting Komentar untuk "CERPEN : "Mei Heart Me" Oleh : Risky Fitria Harini "