Tok Tok Tok... !
Oleh : Rara Aywara
"Tok tok tok..!", pintu
depan rumah Laura
terbuka kecil.
Sontak
Laura
kaget, pulpen yang digenggamnya pun
terguling jatuh menuju pintu yang terketuk tiga kali tadi. Dia melangkahkan kakinya pelan-pelan untuk mengambil alat tulis
yang akan dipakainya mengerjakan tugas sekolahnya. Setelah Laura
mengambil pulpen, dia
mendongakkan kepalanya menuju arah pintu yang tiba-tiba terbuka. Karena dihinggapi rasa penasaran, Laura akhirnya nekat
keluar ke halaman rumahnya. Laura terkejut sampai bola matanya hampir keluar.
Dilihatnya bunga Akasia
tergeletak bertebaran di taman,
di halaman
depan rumahnya
yang lumayan luas. Tak
disangkanya lagi, bunga Akasia yang tersebar itu tidak seperti bunga yang berguguran dari pohonnya,
tetapi ratusan bunga Akasia itu ternyata tertata berbentuk sapi. Laura berdiri terpaku menatap bunga-bunga itu. Dia
terpesona oleh pemandangan
yang ada
dihadapannya itu.
“Unik!!” ungkap hati Laura. Dia sangat
terpana akan kejutan
yang ada di halaman rumahnya. Laura memang suka akan pernak-pernik
yang berbentuk sapi
dan dia gemar
sekali mengumpulkannya menjadi hiasan di
dalam
kamarnya. Mulai dari
spreei, bed cover, boneka sampai
hiasan dinding.
“Siapa
yang melakukan semua ini
ya?” gumam Laura sambil berpikir.
Alisnya mengeryit. Wajahnya
tampak
bingung, karena sudah
tiga
kali dalam beberapa hari ini dia
mendapat
kejutan-kejutan
yang menakjubkan. Dan sampai detik ini pun juga Laura belum mengetahui
siapa yang melakukannya. Anehnya, kejutan-kejutan itu
terjadi dimana saja Laura berada dan itu berhasil membuat hatinya berbunga-bunga.
Ditambah lagi, setiap kejutan
itu
selalu terselip
sepucuk surat berpita sapi berwarna
ungu. Di mana
setiap
isi suratnya
terdapat barisan kata-kata yang menyentuh hati Laura. Kali ini kata-kata dalam surat itu berbeda lagi,
Be my lady be the one
and great things will come to our
heart
you’re
my lady you’re my one
give me chance to show you love
Entah ada angin apa, sampai Pak Tarno --satpam
bermata elang penjaga gerbang rumah Laura yang telah bekerja hampir sewindu itu— tak tahu siapa yang masuk ke dalam rumah membawa bunga akasia
dan merangkainya begitu saja. Kata Pak Tarno hanya kakak Laura saja yang terlihat baru pulang
diantar Ivan—sahabat
kakaknya—. Waktu kakaknya datang, Laura lah yang membukakan pintu rumah. Tapi, terlihat jelas bahwa tak ada
secuil pun bunga akasia yang bertebaran
ditaman itu. Setelah itu,
dia
dan kakaknya berada pada ruangan yang sama hingga dia turun ke lantai bawah lagi untuk mengambil blackberry juice. Dahi Laura sedikit mengerut. Mencoba menebak-nebak pelaku dari semua kejadian
ini. “Apakah
pelakunya
‘dia’?”
***
Ivan masih meghadap di depan
layar komputernya. Dia seperti sibuk mencari informasi dari situs google.
Hepatocellular
carcinoma >> search >>
loading..
Ivan
berusaha memastikan
apa yang disaksikannya
tadi. Putra—kakak Laura—menyodorkan sebuah kertas yang diselimuti
amplop padanya. Isi
tulisan dalam kertas itu hampir membuat Ivan tak mempercayainya.
“ Apa yang kubaca tadi
benar atau nggak sih? Atau
itu hanya lintasan ilusi sesaat
aja?” Ivan menggumam sendiri. Tak
kuat, matanya sesaat
terpejam. Mulutnya
membisu lagi. Dan yang bisa dilakukannya saat ini adalah menunggu dan menunggu hasil dari googlingnya.
Suasana semakin hening.
Saat Ivan membuka matanya, tak ada satu cahaya pun yang dilihatnya. Ruangan
itu mendadak gelap
gulita.
Ternyata listrik di
rumahnya mati. Secara otomatis pula komputernya ikut mati. “Aaaarggh!! Kenapa nggak bisa diajak kompromi sih?”
Bip, bip, bip…handphone
yang tergeletak disampingnya
berbunyi, menandakan handphonenya
lowbatt. Alhasil Ivan semakin geram dan kesal dengan keadaan
saat itu.
***
Tatapan
matanya tegas namun begitu lembut. Senyumnya
begitu memikat setiap orang yang melihatnya. Tak
sekalipun dia melewatkan begitu saja setiap pengemis yang dijumpainya, selalu saja
diberi sesuatu. Hatinya putih bagaikan kapas. Jangankan
pengemis, kucing
yang sedang
terluka pun dipungutnya
lalu diobati hingga kembali pulih seperti sebelumnya. Cantiknya benar-benar terpancar
karena
ketulusan dari dalam hatinya. Sungguh, apa
saja yang terucap dari bibir manisnya selalu membuat lawan bicaranya merasa tertarik.
Saat
ini Ivan
terbayang-bayang akan sahabat perempuannya yang berlesung pipit dan berwajah oval tersebut. Ivan sayang padanya, sangat sayang seperti adiknya sendiri, bahkan lebih dari sekadar
adik.
Hingga sampai saat ini rasa
sayang itu tak dapat diungkapkan
begitu saja,
lantaran dia mempertimbangkan
beberapa hal. Ivan
takut Laura akan
menjaga
jarak jika sudah mengetahui perasaannya yang sesungguhnya, lalu Laura akan menghindar. Dan itu merupakan kenyataan pahit yang
tak mau dilaluinya. Karena persahabatan yang dijalaninya sudah terlalu erat dan
sayang untuk
diregangkan, apalagi hilang
dalam sekejap. “Aaargh...sudahlah!! walaupun perasaan sayang ini diungkapkan,
Adit pasti masih ada dalam hatinya,” gerutu Ivan. Tak lama kemudian, tangannya mulai memegang erat kepalanya. Ya,
Ivan merasakan sakit menyerang kepalanya lagi. Tidak hanya sekali ini kepalanya
diserang rasa sakit yang bertubi-tubi, tetapi sudah dari enam bulan yang lalu.
***
Terdengan suara ketukan pintu berbunyi sekali. Ivan
tersadar dari lamunannya pada sesosok sahabat perempuan yang
sangat disayanginya itu,
Laura.
Ketukan pintu berbunyi lagi
sampai tiga kali. Bunyi ketukan itu sudah sangat familiar di telinga Ivan dan
dia bisa langsung menebak siapa orang yang berada di balik pintu kamarnya.
Setelah mendapat respon dari
Ivan, muncul seorang perempuan separuh baya sudah berdiri
di
ujung pintu kamarnya,.
Ya, perempuan itu adalah ibunda Ivan. Beliau membawa berita yang sangat
ditunggu-tunggunya hampir
satu bulan ini.
“ Ivan, cepatlah kau turun,
Nak! Ayahmu sedang menunggumu di bawah,” ucap ibundanya dengan wajah berseri.
“Ayah sudah pulang, Bu?” Tanpa
bepikir panjang, Ivan
menghentakkan kakinya ke lantai dengan penuh girang, lalu berlari
menuju tempat dimana ayahnya beristirahat.
"Ayaaaahhh....!" teriak Ivan melepas rindu pada
ayahnya yang sangat dirindukannya
itu.
Suaranya menggelegar hingga Bi Tarni yang baru saja terlelap tidur bergegas keluar kamar disertai
beberapa latahan khasnya, “Ada
apa ini??
Ada
apa acha acha pahe pahe??”
berulang kali. Semua yang
mendengar latahan Bi Tarni tertawa lepas.
Dipelukan
ayah sudah ada Raja, adiknya yang selisih umurnya 3 tahun lebih muda dari Ivan. Ayahnya yang pendiam itu sangat Ivan banggakan, bagaimana tidak?
Ayahnya adalah seorang dokter spesialis bedah yang sering tugas ke luar kota.
Beliau termasuk dokter yang
cerdas. Setiap kasus yang tengah beliau
hadapi selalu saja bisa terselesaikan
dengan puas dan
tertera dengan jelas senyum
mengembang di setiap wajah
pasiennya. Mereka
berbincang hingga larut, hampir tak tidur jika ibunya tak memperingatkan bahwa jarum
pendek telah menunjukkan
pukul satu dini hari.
***
"Huufffffftt!!” helaan napas panjang kesal Ivan sambil menutup perlahan daun pintu
mobilnya. Dering lagu Sandy yang berjudul Be My Lady
berbunyi dari saku celananya.
Tertara nama Putra pada layar handphonenya.
Dengan cepat Ivan langsung
mengangkat teleponnya. “Ok, deal! Kita ketemuan di bawah pohon parkiran mobil.”
Bip bip bip…, hpnya yang
ber-genre Nokia mati sesaat setelah Putra mengakhiri teleponnya.
Lima menit berlalu. Dedaunan berwana
coklat kuning keemasan berjatuhan,
menghujani tubuh Ivan. Tiba-tiba
pundak
kanan Ivan merasa ada
yang menepuk.
Saat ditoleh ternyata sudah
terlihat Putra berdiri merangkul disampingnya. Tanpa berlama-lama, seketika Ivan melontarkan beberapa
pertanyaan beruntun tentang apa yang dicarinya di google semalam. Dan benar, apa yang pernah
didengarnya juga saat
acara seminar sekitar lima
minggu yang lalu tentang
HCC, hepatocellular carcinoma. Ivan merasa menyesal karena saat seminar itu dia tidak mendengarkan
sepenuhnya karena ketiduran. Dan baru terbangun lima
menit terakhir sebelum
seminarnya kelar.
Ironisnya lagi
yang terdengar hanyalah 'HCC’
singkatan dari hepatocellular carcinoma,
yaitu suatu penyakit kanker yang timbul dari hati.
“Pantas
Laura
tak masuk beberapa hari ini. Ah, jadi ini juga alasannya mengapa Laura
memutuskan hubungannya dengan Adit secara
tiba-tiba dan tak memberikan alasan yang jelas,” gumam batin Ivan. Badannya terasa tertusuk
berjuta-juta
duri mawar, bibir tipisnya mulai kaku, pucat, tak dapat berucap lagi. Masih tak percaya apa yang menimba gadis yang
disayanginya itu.
*************
Setelah Ivan mengetahui hal itu,
pikirannya terus
teracuni oleh dua kata, hepatocellular
carcinoma. “Hufftt, bodohnya aku ini, sampai aku nggak peka sama sikap Laura yang nggak wajar,” sesal Ivan pada kakak Laura sepulang sekolah.
“Laura
tak pernah mau mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya karena dia takut kamu menganggapnya sebagai
orang yang sakit.
Dia
nggak
mau kamu terus menerus mengkhawatirkannya,” begitu jelas Putra kepada Ivan.
Dan
sekarang hanya satu yang ada dalam pikiran Ivan, bagaimana cara membahagiakan Laura di detik-detik sisa waktunya yang amat berharga itu...
***
Keesokan harinya, terdengar suara
ketukan pintu sebanyak tiga kali.
Laura
bergegas membuka pintu depan rumahnya berharap sahabatnya, Ivan, yang dating menemuinya. Ternyata tak ada seorangpun yang dilihat Laura. Dia menoleh ke berbagai arah, hasilnya tetap nihil.
Tapi, begitu
ia melihat ke arah bawah di
dekat
kakinya berdiri, gadis yang
badannya mulai kurus itu melihat sekotak strawberry cake terbungkus mika transparan,
besar dan rapi. Yang bikin mengejutkan lagi, cake itu berbentuk sapi. Disampingnya tergeletak
3 tangkai bunga anyelir merah,
tak ketinggalan juga sepucuk surat berpita sapi ungu di sudut kotak strawberry cake isinya tertulis,
Since i’ve known you babe
You were a light for me
But there’s no yours sincerely
Build me a world to believe
Laura
hanya bisa tesenyum dan kagum akan kejutan yang diberikan oleh sosok misterius
yang masih belum terungkap juga sampai detik ini.
***
Ivan
berada di kamar Putra setelah
berpas-pasan dengan Laura. Mereka berdua tampak berbincang
serius.
Karena rasa penasaran, Laua
melongok sedikit dari luar pintu kamar kakaknya yang sedikit terbuka. Meskipun Laura sudah berusaha menempelkan kupingnya
pada pintu, tapi gadis berambut panjang lurus itu
tak
bisa mendengar
pembicaraan kedua lelaki
yang disayanginya itu. Dengan
wajah penuh kesal, Laura pun segera berlalu menuju kamarnya, menutup pintu perlahan. Dihempaskan tubuhnya ke kasur dan menyalakan radio
untuk mengusir rasa kesalnya. Jernih suara Afghan yang khas terlantun merdu.
Kepalanya direbahkan diatas bantal boneka sapi kesayangannya. Pikirannya pun melayangdan merasa ada yang mengganjal
akan perasaannya. “Tadi
itu mengapa dadaku berdegup kencang ya waktut berpapasan dengannya?” ucap Laura sambil tersenyum malu.
Ivan
merupakan sahabat baiknya sedari kecil, selalu bersamanya saat tinggal di kompleks rumah maupun di sekolah. Mereka berdua selalu bertukar cerita tentang kebahagiaan
ataupun kesedihan. Tapi, kali ini Laura tidak mau menceritakan tentang penyakit yang dideritanya itu, penyakit yang sekarang
telah menyerang hatinya. Laura
tak ingin
Ivan
bersedih karenanya. Ivan,
sesosok
sahabat yang selalu melindunginya, selalu membuatnya tersenyum, dan sahabat lelaki yang sangat disayangi. Tak sadar Laura terlelap pulas saat dia melamunkan sosok yang selalu buatnya bahagia
itu.
***
But still there’s a doubt
in you for loving me
Though deep down inside
You see what’s in me
Isi sepucuk surat berpita sapi ungu—yang kesekian kalinya—ada disamping
tempat tidurnya
yang baru
saja Laura
baca. Dia
terbangun dari tidur lelapnya karena bunyi ketokan pintu sebanyak tiga kali.
Melihat ke arah bantal, tak terlalu nampak pulau yang dibuatnya, Laura merasa geli, cekikikan sendiri.
Mata Laura manatap takjub melihat ruangan kamarnya. “Ada
sapi?? Hah,
ini beneran sapi ya??” Laura kaget setengah mati.
Diusap matanya sekali, sapinya masih ada. Kedua kali, tiga kali, empat kali,
lima kali, terus matanya diusap, gatal. Dan ternyata sapi itu masih ada. Tapi itu bukan sapi beneran, melainkan
boneka sapi yang besarnya mirip seperti aslinya. Disampingnya
terdapat sekotak coklat berbentuk sapi warnanya ungu, hijau, dan putih. Imut sekali. Disampingnya lagi ada 3
tangkai bunga aster. Mulut Laura
terus menganga. Takjub.
"KAAAKK…..KAAKKAAAKK...!", teriak Laura histeris memanggil kakaknya.
Putra pun lari pontang
panting menuju kamar adik
perempuan satu-satunya. Sesampainya di kamar, Putra mendengar
adiknya berceloteh panjang lebar dan sampai pada pertanyaan pokok, siapa yang
melakukan semua itu. Putra pun menggelengkan kepala, bertampang polos seakan tak tahu
apa-apa.
***
Dua
bulan kemudian………….
Putra mendampingi adiknya yang tubuhnya dipenuhi selang infuse.
Terbaring
lemas bersama ayah, ibu, juga Adit, mantan pacarnya di samping kasur. Sembilan hari setelah
dinyatakan berhasil operasi
transplantasi hatinya.
Laura
memohon pada kakaknya agar
dipertemukan dengan seseorang yang telah memberikannya sebuah
hati baru. Laura hanya ingin
mengucapkan terima kasih.
Kakaknya hanya diam membisu,
dia hanya
memberikan
sepucuk surat yang terbungkus amplop rapi yang berbau
vanili pada Laura,
“Wangi ini?? Mengapa wangi
ini seperti wewangian yang sangat aku dan Ivan suka??” pikir Laura sambil memastikannya lagi dengan indera
penciumannya. Kakaknya
hanya mengatakan bahwa surat itu diberikan oleh orang yang telah mendonorkan
hatinya pada Laura.
Perlahan Laura membuka amplopnya. Matanya berkaca-kaca setelah melihat
dengan
jelas isi sepucuk surat yang diberikan kakak semata wayangnya.
Tok tok tok...
Since i've known you babe…You were a light for me
But there's no yours sincerely…Build me a world to believe
Saat itu tiga
tangkai bunga anyelir merah yang kuletakkan didepan pintu rumahmu. Aku
mengagumimu.
Tok tok tok...
But still there's a doubt…In you for loving me
Though deep down inside…You see what's in me
Saat itu tiga tangkai bunga aster
yang kuletakkan dikamar beraroma vanilimu. Kamu cantik, begitu indah.
Tok Tok Tok...
Be my lady be the one…And great things will come to our
heart
You're my lady you're the one….Give me chance to show you love
Saat itu 99 bunga akasia yang kuhias
di tamanmu. Aku cinta kamu.
Matamu pancarkan
sinaran mentari…Menyilaukan,
tetapi hangat
Senyummu
pancarkan sinaran bintan…Genit,
tapi memikat
Tawamu….Kendurkan resahku
Tangismu…Sedihkan batinku
Candamu…Senyumkan hariku
Cuma kamu…Tercantik
Cuma kamu….Terindah
Sahabat yang kusayangi…..Sekarang kucinta
Tak mau kau terluka….Tak mau kau tersakiti
Saat
kamu membaca ini, mungkin ragaku sudah tak lagi bisa tuk temanimu berbagi
dalam tangis, tawa, dan canda.
Aku menulis surat ini sebelum pengoperasian tumor otakku berlangsung. Dimana hanya beberapa
persen kemungkinanku untuk sembuh. Dan yang aku mau, jika kemungkinan lain
terjadi, dimana aku tak dapat bertahan lagi untuk berada di dunia fana ini, aku mau kamu
menerima hatiku.
Aku
sangat rela. Untukmu. Laura,
sahabat yang kucinta. Hatiku, hatimu.
Perlahan
kertas ditangannya diremas,
tak bisa menahan emosi karena Laura tak akan bisa melihat sahabat sekaligus
lelaki yang dicintainya. Tangis pun tak tertahan dan tumpah
membasahi pipi Laura.
Rara Aywara
yang bernama asli Rany Rachmawati Rara dilahirkan di Surabaya 10 Januari
1988. Lulusan Fisipol UGM ini memulai karier menulisnya saat menjadi asisten
penulis @endikkoeswoyo dan telah menelurkan novel biografi Endank Soekamti
bersama beliau yang diluncurkan akhir tahun 2012. Kegemaran menulis sebenarnya
sudah ada sejak SD, sering menulis cerpen dan puisi. Bahkan salah satu
cerpennya pernah dimuat dalam salah satu majalah anak saat dia SD dan pernah
menjuarai lomba baca puisi. Anak pertama dari lima bersaudara ini nggak pernah
menyangka kalau peluangnya di bidang menulis semakin terbuka lebar karena
tadinya dia akan bekerja di kantoran sesuai keinginan orang tuanya. Setelah
diketahui sebagai asisten penulis dan menghasilkan karya novel Biografi Endank
Soekamti nya itu, dia langsung direkrut menjadi copywriter di sebuah travel agent visitingjava.com yang
berkantor di Yogyakarta. Karena niatnya yang semakin dalam untuk menjadi
penulis, @endikkoeswoyo mengenalkannya pada @edi_akhiles, seorang penulis sekaligus
owner Divapress yang memberikannya
kesempatan untuk bisa membuat novel dalam waktu sekitar sebulan. Dan
alhamdulillah jadilah novel perdananya bertema K-Pop yang berjudul “Pop Corn!:
Mimpi 5 Gadis Cantik diantara Salju Seoul”. Di awal tahun 2014, novel keduanya
yang berjudul “Dear Hara” pun akhirnya terbit.
Semua hasil karyanya akan diabdikan untuk
suaminya @antonsoegito, kedua orang tua dan adek-adeknya yang selalu
mendukungnya, serta seluruh masyarakat Indonesia.
Pingin kenal lebih dekat dan bisa berbagi
pengalaman bareng??? Add friend aja di FB nya Rany Rachmawati Rara, bisa juga
follow twitternya di @rara_3R
“WAWA ON FIRE” adalah prinsipnya agar selalu
semangat dalam keadaan apapun.
“Jangan
pernah sia-siakan kesempatan yang ada di depan mata…Apapun bentuknya itu
cobalah!! karena dari situlah kamu akan menemukan duniamu”
CATATAN: Setiap karya yang kami publikasikan hak cipta dan isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis
Posting Komentar untuk "CERPEN : "Tok Tok Tok... !" Oleh : Rara Aywara"