CARITA
LAING “UANG PANAIK”
Sahar
rebah di pembaringan. Matanya nanar menatap langit-langit kamar. Sesekali suara
tikus yang hampir tidak pernah absen setiap malam, kembali menggoda lamunan
penghantar tidurnya. Lamunan di atas
gelembung mimpi indah bersama Kasma , kekasih hatinya.
“Sahar,
Sudah subuh , Nak,” suara mama dan ketokan pintu berirama
dari balik pintu kamarnya.
“Sahar,
boleh Mama’ masuk?” kali ini
terdengar nada cemas mama.
“Iyye,Ma’,”
Sahar menyahut pelan dan beringsut membukakan pintu.Mama masuk dan duduk di
sampingnya.
“Purani
massempajang,Na?”tatap bu Nur penuh kasih.
Sahar terpekur tak
menjawab pertanyaan Mama’nya. Susah payah ia menyembunyikan dukanya di balik
malam hingga subuh menjelang,tapi ketajaman batin mama membuatnya menunduk malu.
Jika
bisa meminta, ingin rasanya ia masuk lagi ke dalam rahim wanita hebat itu, berenang
di dalam ketuban dan minum dari plasentanya. Tempat ternyaman di mana dia dapat
bermain sepuasnya tanpa mendengar nyinyiran tetangga dan umpatan kakaknya, Niar
atas peristiwa memalukan sekaligus memilukan sore tadi .
LAMARANNYA
DITOLAK! Dan tak tanggung-tanggung penyebabnya tak lain karena UANG PANAIK. Cerita
klasik yang tetap saja membumi bahkan di era modern seperti ini.Hukum adat yang
membanggakan dari tradisi sukunya di balik kisah yang menjunjung harkat
perempuan ,sekaligus mematikan nyali beberapa pemuda sepertinya.
Kalau
hanya lantaran ditolak,mungkin sakitnya tidak senyeri perasaannya saat ini.
Namun, lebih dari itu, ia merasa dikhianati , diinjak dan diremehkan oleh Kasma dan keluarganya secara terencana.
“Nak, hidup , mati, jodoh rejeki
sudah diatur Puang Allah Ta’ala.
Aja na mupikkiriki
. Mama mengelus punggung Sahar.“Nda ada
yang bisa melawan kuasanya. Begitu juga cinta
dan air mata.”Lanjutnya.
Mama
terisak membuat pertahanan Sahar Bobol. Ia merengkuh wanita setengah baya itu
seraya meraih tangannya lalu menciumnya lama. Tetes demi tetes air mata Sahar
menghujani jemari tua ibunya.
“ Kalau saja saya seperti
tetangga-tetangga kita yang pergi merantau dan mengumpulkan banyak uang,Ma, kita
tidak akan dianggap enteng seperti ini .”
Sahar
menerawang. Meskipun Ia tinggal di
daerah perkotaan, tapi persoalan merantau sudah menjadi anomali di
lingkungannya.
Tenniyaka oroane, Ma,”
lanjut
Sahar mengucek-ucek wajahnya.
“ Nak, kita bukan mencari uang
untuk kebutuhan perut dan mata. Tapi, berkah dari bekerja keras.Syukuri semua
rejeki halal yang masuk di perut kita,mau itu dari sekitar kita atau dari seberang
lautan.Taniyya idi mappattentu.” Mama mengelus kepala
pemuda 25 tahun itu.
“Terima kasih sudah melahirkan dan membesarkan
saya,Ma.Harusnya saya bisa sehebat Mama.”Sahar
memperbaiki posisi duduknya. menatap mamanya lama.Mengucapkan kalimat yang
terakhir diucapkannya saat peringatan hari ibu sewaktu Ia SD.
Wanita
yang dipanggilnya mama ini memang demikian sabar. Masih segar dalam ingatannya,
2 tahun lalu ia menemani mamanya bertamu ke rumah Kasma sekaligus membicarakan
hubungannya denan bidadari di hatinya itu . Saat itu, si calon mertua mengutarakan
taksiran uang panaik yang menurutnya lumrah untuknya dan Kasma sesuai
stratanya. Jumlah uang panaik yang cukup itu pun hingga saat ini tak pernah berhasil
dikumpulkannya dengan modal sebuah gardu yang menjual buku dan ATK sebagai
sumber penghasilannya.
Sahar
membangun usahanya itu di atas sebidang
tanah pinjaman milik Ibunya kasma,dan modal membangun gardu dari tabungan
mamanya,bu Nur .Jauh hari, kakaknya, Niar sudah memperingatkan bahwa memiliki
usaha bersama dengan pacar itu “pamali”namun ia acuh.
Ketika
Pak Udding, ayah tirinya menawarinya sejumlah uang kredit Bank, Sahar menolak.Ia masih membusungkan dada atas nama
“kallolo.”Ia ingin membuktikan bahwa ia yang lulusan D3 sekolah tinggi Ekonomi
di kabupatennya, dapat merintis usaha sendiri tanpa harus melamar kerja ke
sana-sini atau bantuan bapa tiri.
Masa
pembuktianpun berakhir dengan berita Kasma dilamar oleh sepupu jauhnya. Seperti
anak ayam kehilangan induk, 2 sejoli itu kalang kabut meratapi takdirnya. Tak
ada jalan lain, Saha akhirnya bersimpuh di hadapan sang Ibu, lalu meraih pundak
bapa tirinya yang selama ini tak pernah ingin disentuhnya. Betapa cintanya
kepada Kasma meluruhkan ego dan kesumatnya atas pernikahan mama’nya beberapa
tahun lalu, setelah berpuluh tahun
menjanda. Sedang ayahnya, sudah bercengkrama
dengan malaikat di alam kekal sana.
Tadi
sore, kembali duka menoreh hatinya. Dengan uang 40 Juta seperti permintaan
Ibunya Kasma 2 tahun lalu, ia melamar Kasma. Sesuai tradisi “mamanu-manu,” ia tidak masuk ke rumah si gadis,tetapi
menunggu di gardu yang berjarak beberapa
depa dari rumah gadis pujaannya itu. Selang beberapa menit, rombongan keluarga
kecilnya pamit dan menghampiri gardu tempatnya menunggu.
“Nak, lisu’ni.” Ambo Udding, sang bapa
tiri mengelus pundak Sahar menimbulkan tanya di benaknya.
“Bagaimana ma, kapan jadinya?”
secepat kilat, Sahar mengalihkan pandangan ke mamanya.
“70 Juta. Bicara 2 kali. Carita
laing sih. Awe…mappakasiri-siri,” Niar dengan wajah
cemberut angkat bicara.
“tutu’ni gardummu,mbe!”
lanjutnya lagi dengan tatapan menjenjangi gardu tempat adiknya sehari-hari
mengais rejeki.
Sahar
lunglai,tak percaya. Ia memang selalu
tak sepaham dengan kakaknya.Tapi, kalimat terakhir gadis berusia 34
tahun yang belum juga menikah itu, mampu dicernanya dengan cepat.Kemudian Ia memutuskan ikut pulang setelah membanting
pintu gardu.
Di
ujung jalan, Kasma berdiri,berlinang air mata. Sahar melihatnya, tapi Ia mengacuhkan
gadis yang juga sedang terluka hatinya itu . Ia ingin separuh memorinya dengan gadis
itu seketika hilang tak berjejak.
Sesampainya
di rumah, Sahar masuk kamar. Beberapa kali Mama memanggilnya keluar tuk makan
malam, tapi aroma dempo, makanan
favoritnya, tak berhasil membujuk indra penciumannya agar menyampaikan pesan ke
otak lalu mengintruksi kakinya melangkah ke dapur. Perasaannya berkecamuk
antara marah ,benci,dan menyesal atas sisa-sisa perasaan cinta tuk Kasma. Ia
tidak ingin diperbudak cinta secara mendalam. Ia tidak ingin seperti Rammang ,
temannya yang memilih silariang.
“Maega mo makkunrai .“Sesekali
kakaknya berteriak dari balik pintu kamarnya. Ia tahu, sebenarnya kakaknya itu
khawatir terhadapnya dan hanya ingin memastikan keadaannya di dalam baik-baik
saja. Sesekali juga kakaknya itu menyanyikan lagu dangdut legendaries Jonny Iskandar
yang dimodifikasi dengan bahasanya sendiri, untuk menyindirnya, eh, memancing tawanya.
“Wanita bukan engkau saja,yang ada
dalam dunia, dui bukan segalanya untuk “abottingeng”
“Yah,betul. Ini memang bukan
sekedar nilai mata uang tapi “siri”
ku sebagai laki-laki Bugis yang sudah ditolak,” batinnya.
“bagaimana dengan perasaan cintamu?
Perjuangkanlah!Jangan pengecut begitu! ”timpal suara lain dalam
bathinnya.
“Introspeksi diri dan berserah
kepada Tuhan” suara lain ikutan nimbrung.
Sahar
terhenyak dari lamunan. Sudah Ia putuskan untuk menata kehidupannya
lagi.kembali ia mengecup jemari mama’nya dan berkata penuh hormat, “Taddampengeka,Ma” .
“Tennya salammu,na!
“suara sang mama tenang.
Kesahajaan mama kembali membuat dada Sahar
bergemuruh. Lalu meluaplah isakannya yang terpatah-patah. “Saya belum bisa bahagiakan Mama”
Nak,Ajja muallupai kuasana
Puanggala ta’ala,” Mama tersenyum, menghapus air matanya
yang ikut bercucuran.
“Mak, besok malam saya berangkat ke
Kalimantan.”
“Bukan di mana kamu berada,tapi di
mana kau dapat berdamai dengan hatimu."
Mama
berlalu . Tak lupa ia mengusap rambut anaknya. Sedari malam, netranya belum
pernah terpejam. Dan kini ia pasrah setelah menyematkan nama Allah bersama doa
terbaik untuk sang buah hati.
***
“Deng, di manaki? Datangmaki lagi
di rumah.Bicara baik-baik.”
Sahar
menatap pesan singkat di layar gawainya. Ombak demikian tenang menyambut senja
di pelabuhan Pare-Pare. Sebentar lagi ia menumpangi K.M.ADI RAYA yang melaju ke
pulau impiannya.Tempat yang kabarnya menjanjikan banyak lahan pekerjaan dan petualangan
baru.Tekadnya sudah bulat untuk membuang remahan luka batinnya di sana.
Tidak.
Ia tidak ingin lagi menyambung sapa dengan gadis yang dahulu laksana bidadari
di hatinya itu. Meskipun untuk sekedar membalas pesan singkat . Apalagi
mengangkat telpon Kasma. Sesaat kemudian,jarinya sudah mengutak-atik gawai
murahnya, mencari sebuah nama “calon
baineku.” Lalu ia menekan pilihan
“Hapus” tanpa ragu. Ia pun tersenyum
menang.
***
Kasma
meraung di gardu tempatnya menanam kenangan bersama Sahar. Sekali lagi, dia tiba dalam dimensi khayal rencana pernikahannya
bersama lelaki itu, yang kini tinggal fatamorgana. Dia ingin melahap habis
semua kenangan di ruangan itu. Hatinya kosong. Teringat perkataan ibunya tempo
hari.
“Nak, kamu ingat Azis,
sepupumu?”
“Iyye,Ma. Yang sudah
menetap di Malaysia”
“Dia kembali ke
Indonesia.Dia mau datang “massuro” untuk kamu,Nak.”
“Sudah ibu
bilang,kalau saya sudah ada calon?”
“Nak, menolak lamaran
itu juga siri bagi kita.Apalagi dia masih keluarga.Apakah kamu masih ingat
pesan bapamu dulu, sebelum meninggal?
Kalian sudah dijodohkan waktu kecil.
“Tapi,Ma?Sudahmaki
“tangke” Sahar
“Itu,2 tahun lalu.
Hanya perbincanagn biasa. Belum disebut mamamanu-manu seperti tradisi kita.Dia belum
pernah datang melamar secara adat kan?”
***
Kasma lelah melahap hidangan kenangan yang tak kunjung habis. Ia pun mahfum atas keputusan sang ibu menaikkan uang panaik demi menolak lamaran Sahar, kekasihnya secara halus.Tugasnya saat ini adalah mengubur kenangannya dan memetik sejumput asa baru yang sudah ada di hadapannya.Tapi,sanggupkah Ia?
Kasma lelah melahap hidangan kenangan yang tak kunjung habis. Ia pun mahfum atas keputusan sang ibu menaikkan uang panaik demi menolak lamaran Sahar, kekasihnya secara halus.Tugasnya saat ini adalah mengubur kenangannya dan memetik sejumput asa baru yang sudah ada di hadapannya.Tapi,sanggupkah Ia?
Kasihan Kasma.Memorinya
sudah penuh kepingan kenangan bersama Sahar.Kesetiaan menunggui kenangan yang
perlahan-lahan membunuhnya dalam sesal.Yang terlihat,senyuman nya sedikit merekah, tapi tatapan hampanya
tertumbuk pada headline sebuah surat kabar lokal di kotanya. “KECELAKAAN KM ADI
RAYA MERENGGUT RATUSAN NYAWA”. Ada nama yang sangat dikenalnya,tertera di
daftar korban yang belum ditemukan.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>CAPPU>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Daftar Kosakata Bahasa
Bugis :
1.
“Purani
massempajang,Na : Kamu Sudah sembahyang?
2.
Aja
na mupikkiriki : Tak usah kau pikirkan
3.
Taniyya
idi mappattentu : Bukan kita yang menentukan
4.
Tenniyaka
oroane : Saya bukan lelaki (sejati)
5.
lisu’ni
: Ayo Pulang
6.
Carita
laing : Cerita lain
7.
mappakasiri-siri
: membuat malu
8.
tutu’ni
gardummu! : Tutup saja kiosmu!
9.
Maega
mo makkunrai : Masih ada banyak
perempuan
10.
Silariang
: Kawin lari
11.
Dempo
: Ikan Asin
12.
Taddampengeka,Ma
: Maafkan saya bu
13.
Tennya
salammu,na : Bukan salahmu,Nak
14.
Baine
: Istri
15.
Mattangke’
: menyetujui lamaran
16.
Mammanu-manu
: Datang ke rumah perempuan tuk menyampaikan maksud melamar
17.
Uang
Panaik : Sejumlah uang yang diberikan calon mempelai pria untuk membiayai pesta pernikahan calon mempelai perempuan
PENULIS :
FATIMAH
ANTI ASTUDY (SANTI)
Fb
: Fatimah Virtue Violetta Astudy
Instagram
: Misha Fatimah Astudy
Email
: fatimahastudyindonesia@gmail.com
Posting Komentar untuk "CARITA LAING "UANG PANAIK""