Cerpen - Hanya Ingin Seperti Dulu - Oleh: Wahyu Warningsih


Suara alarm berdering begitu nyaring mengusik tidur nyenyak seorang gadis remaja cantik, Viola namanya. Dia enggan membuka matanya, namun akhirnya terpaksa ia buka. Viola lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap-siap pergi ke sekolah.

Terlihat Viola sekarang sudah memakai seragam sekolahnya, tetapi itu jauh dari kata rapi. Baju yang sengaja di keluarkan, lengan baju di lipat, dasi yang terikat di kepalanya dan tali sepatu yang berwarna putih. 

Setelah selesai bersiap-siap, Viola lalu menggedong tasnya dan keluar dari kamar. Baru saja Viola sampai dianak tangga, dia sudah mendengar keributan dari bawah, tepatnya di ruang keluarga rumahnya. Disana terlihat Papah dan Mamahnya sedang bertengkar hebat. Mereka terus beradu argumen sampai ketika salah satu dari mereka yang tidak lain Papahnya, melempar pas bunga ke lantai dan langsung pergi meninggalkan rumah itu tidak lama Mamahnya juga pergi dari sana.

"Mah, Pah, kapan kita akan seperti kayak dulu lagi? aku rindu kalian," kata Viola sedu.

*****

Viola baru saja sampai di parkiran sekolah. Dia lalu keluar dari mobilnya dan kini mulai melangkah menyesuluri koridor sekolah dengan raut wajah dingin dan sorot mata tajam. Tetapi tidak ada yang menyadari, di dalam sorot mata itu tersirat kesedihan. 

Saat di belokan koridor, Viola bertemu dengan Ketua OSIS yang sangat menyebalkan baginya dan cerewet. Farel melihatnya dari atas sampai bawah, meneliti penampilan Viola membuat Viola menaikan sebelah alisnya. Ia sudah mereka-nerka sekarang pasti dia akan mendapatkan hukuman lagi.

"Apa? awas gue mau jalan!" kata Viola sinis. Saat Viola akan pergi, Farel menahan tangannya.

"Apa lagi sih! mau ngehukum gue lagi, iya? yaudah apa hukumannya?" tanya Viola malas.

"Hormat depan tiang bendera sampai bel pulang sekolah." Viola langsung membulatkan kedua bola matanya mendengar kalimat yang dilontarkan Farel.

"WHAT? lo gila Hah! enak aja gue gak mau!" tolak Viola cepat. 

Farel mengangkat alisnya dan tersenyum sinis, "Bukan gue yang ngasih hukuman, tapi guru yang lo kerjain kemarin yang ngasih. Silahkan komen ke dia kalau lo mau. Dan ingat kalau lo kabur, gue bisa aja nambahin hukuman karena lo juga ngelanggar peraturan sekolah." 

Selesai mengucapkan itu, Farel meninggalkan Viola sendirian. Viola memutar bola matanya malas, jadi guru itu yang memberikannya hukuman. Viola menghela napasnya, tidak ada pilihan lain selain menjalankan hukuman itu karena kalau tidak si Ketos cerewet itu pasti akan menambah hukuman yang sangat berat. Viola lalu berjalan menuju di mana tiang bendera berada untuk menjalankan hukumannya.

Pukul 15.00. bel pulang sekolah sudah berbunyi itu artinya hukuman Viola sudah berakhir. Terlihat sekarang Viola sedang lesehan di lapangan untuk mengistirahatkan kakinya yang pegal dan tidak perduli Siswa Siswi lain melihatnya dengan pandangan heran.

"Gila cape banget, pegel nih kaki. Awas aja tuh guru sama si Ketos cerewet gue kerjain nanti," gerutu Viola kesal. Setelah mengistirahatkan kakinya, Viola lalu berjalan mengabil tasnya lalu dia pergi dari sana meninggalkan sekolah untuk pulang kerumahnya.

Kini Viola sudah sampai di rumahnya. Baru saja dia sampai, dia sudah mendengar suara yang berisik dari dalam rumahnya dan suara pecahan barang. Viola buru-buru keluar dari mobilnya dan berlari masuk ke dalam rumahnya. Viola mematung dipintu rumahnya melihat Papah dan Mamahnya bertekar bahkan sekarang lebih parah dari yang tadi pagi.

Setetes air mata kini mengalir dari pelupuk matanya, "Mah, Pah," ucap Viola lirih menghentingkan pertekaran itu. Menyadari ada seseorang selain mereka, Ardian dan Felika, Papah dan Mamah Viola beralih melihat Viola yang sudah berada di ambang pintu. Mereka langsung menghentikan pertekaran itu dan kemudian mendekati Viola.

"Viola kamu pilih ikut Mamah atau Papah."

 "Maksud Papah dan Mamah apa?"

"Kami ingin berpisah Viola."

Degg

Bagaikan tersambar petir di siang bolong, Viola tidak menyangka apa yang dia baru saja di dengar.

"Pisah? kenapa Mah,Pah? apakah kita tidak bisa seperti dulu lagi?" kata Viola lirih.

"Kamu tidak mengerti Viola! Papah dan Mamah gak bisa terus bersatu. Kita tidak bisa kayak seperti dulu lagi Viola!" kata Papah Ardian tegas.

"GAK! AKU TIDAK SETUJU KALIAN BERPISAH!" teriak Viola marah.

"JANGAN EGOIS VIOLA! TOLONG NGERTIIN KAMI! SEKARANG KAMU PILIH IKUT MAMAH ATAU PAPAH!" bentak Mamah Felika.

"Mamah Papah yang egois! kalian yang seharusnya ngertiin perasaan aku. Sejak kematian Kak Andra kalian berubah. Kalian sering bertengkar. Aku rindu kalian yang seperti dulu Mah Pah a-ku a-ku hiks hiks hiks." pecah sudah tangis Viola. Ia tidak menyangka hal ini akan terjadi. Dia sangat terpukul. Perasaannya campur aduk marah dan sedih bercampur menjadi satu. 

Papah Ardian dan Mamah Felika yang melihat Viola yang menangis, ada rasa bersalah yang hinggap di hati mereka.

"Aku tidak akan ikut siapa-siapa! aku hanya ingin kita bersama-sama kayak dulu lagi." Setelah mengatakan itu, Viola lalu berlari pergi dari sana meninggalkan rumah dengan mengendarai mobil bahkan teriakan dari Papah Ardian dan Mamah Felika dia hiraukan. 

"Mah,Pah, aku rindu susasana kayak dulu lagi."


*****

Hari-hari berlalu, Viola semakin terlihat kacau. Dia kini menjadi lebih sering membuat ulah di sekolah. Dia sekarang sering di hukum oleh guru-guru, selalu telat datang kesekolah, sering membolos, selalu keluar masuk ruang BK, dan masih banyak lagi yang dia lakukan. Guru-guru semakin di buat pusing oleh tingkah laku Viola yang sekarang.

Kini Viola sedang berjalan santai dikoridor sekolah dengan Earphone menyumpal di kedua telinganya. Terlihat koridor sekolah yang sudah sepi karena bel masuk sudah berbunyi. Sampai ketika ada seseorang yang sudah berdiri didepannya, memandang dirinya dengan raut wajah yang tidak dapat diartikan. Viola memutar bola matanya malas saat Farel lagi-lagi menghalangi langkahnya.

"Apa?" tanya Viola.

"Ikut gue," ucap Farel tidak terbantahkan.

Tanpa sepatah kata lagi Farel menarik pergelangan tangan Viola dan membawanya entah kemana. Viola yang mendapat perlakuan begitu hanya diam saja karena dia berontakpun Ketos ini akan tetap membawanya.

Setelah sampai ditaman belakang sekolah Farel melepas tautan tangan mereka.

"Jelasin, lo kenapa?" tanya Farel dingin. Viola menaikan alisnya, tidak paham akan maksud dari Farel.

"Maksud lo?" tanya balik Viola.

"Jelasin kenapa sikap lo semakin menjadi-jadi seperti sekarang?" tanya Farel lagi. Viola yang mendengar itu terkekeh pelan.

"Haha, perduli apa lo? dan tumben sekali seorang Farel sang Ketua OSIS bertanya hal seperti ini kepada gue? satu lagi jangan kepo sama urusan gue," kata Viola dengan nada remeh.

"Karena gue emang peduli sama lo Viola! Kalau lo ada masalah, lo bisa cerita sama gue mungkin gue bisa ngebantu lo dan beban lo menjadi lebih ringan. Dan kenapa lo kabur dari rumah?" kata Farel perhatian.

"Lo nanya kenapa gue kabur dari rumah,iya?" ucap Viola terkekeh pelan.

"Karena gue ingin ngehindari masalah yang gue alami dan gak ada yang nyuruh lo perduli sama gue. Kalaupun gue ada masalah lo bukan siapa-siapa gue. Lo gak akan ngerti sama masalah yang gue alami. Lo hanya orang luar jangan pernah ikut campur dalam masalah gue!" Kata Viola tegas sambil menahan air matanya yang ingin menetes.

Viola ingin pergi dari sana tetapi kalah cepat karena Farel menarik tangan Viola dan membawa Viola ke dalam pelukannya.

"Jangan di tahan. Keluarin aja gue ada disini bersama lo. Jangan ngehindari masalah Viola. Karena semakin lo hindari, masalah itu gak akan selesai hadapi selagi Lo bisa. Dan Gue memang bukan siapa-siapa lo tapi mulai sekarang jadiin gue sahabat lo. Gue akan selalu berada disamping lo." Mendengar hal itu, Viola tidak dapat membendung air matanya. Kini dia menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Farel.

"Hiks hiks hiks Gue hanya ingin seperti dulu lagi Farel yang Dimana selalu ada kehangatan dikeluarga gue. Gue bahkan sangat rindu kehangatan itu di dalam keluarga gue. Orang tua gue ingin pisah dan gue gak mau mereka pisah. Mereka gak perduli lagi sama gue sekarang. Setelah kakak gue pergi, Orang tua gue selalu bertengkar. Gue muak akan semua ini Farel. Gue bersikap seperti ini karena gue ingin ngelupain masalah yang gue alami Farel dan ini juga alasan gue kabur dari rumah hiks hiks hiks," ucap Viola lirih.

Farel yang mendengar itu tidak percaya masalah yang kini sedang dialami Viola. Ada rasa kasihan yang menjalar dihatinya. Cukup lama mereka dalam posisi itu. Farel lalu melepaskan pelukannya karena Viola sudah mulai tenang. Farel lalu menghapus jejak air mata yang berada di pipi Viola.

"Betah banget lo di pelukan gue," goda Farel sambil terkekeh membuat pipi Viola memerah menahan malu.

"Pipi lo kok merah, kenapa?" goda Farel lagi. Farel yang melihat Viola semakin malu dia langsung tertawa.

"Ihh..., Ketos cerewet nyebelin! gue malu tau," teriak Viola sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Hahaha biasanya juga malu maluin," lanjut Farel membuat Viola cemberut.

"Dengar Viola," Farel berkata dengan raut wajah serius, "Kalau lo ingin keinginan lo terwujud setidaknya lo harus berusaha bukan malah seperti sekarang ini. Lo lari dari masalah gak akan pernah bisa nyelesaiin masalah lo dan keinginan lo gak akan pernah terwujud dan akan menjadi angan-angan saja. Pulanglah Viola selesain masalah lo dan wujudin keinginan lo." Viola tertegun mendengar hal itu. Benar kata Farel dia seharusnya berusaha bukan lari dari masalah seperti sekarang ini. 

"Gue harus pergi sekarang ada urusan OSIS yang belum gue selesain. Semoga masalah lo cepat terselesaikan ya Viola," ucap Farel tersenyum manis dan lalu pergi dari sana.

Selepas kepergian Farel, Viola mulai bertekat untuk menyelesaikan masalahnya. Dia tidak boleh seperti ini lagi. Keinginannya harus terwujud yaitu mengembalikan keluarganya seperti dulu lagi. Ia berencana saat pulang sekolah nanti akan pulang kerumahnya untuk menyelesaikan masalah ini dan membujuk Papah dan Mamahnya. 

Bel pulang telah berbunyi, inilah waktu yang ditunggu-tunggu Viola. Viola langsung pulang kerumahnya dengan tidak sabaran. Sesampainya di rumah dia langsung saja masuk kerumahnya dan mendapati Papah dan Mamahnya sedang menanda tangani surat perceraian. Viola lalu merebut surat itu dan merobeknya membuat Papahnya marah dan terjadilah perdebatan di antara mereka. Viola tidak menyerah dia terus membujuk Papah dan Mamahnya hingga mereka mengubah keputusannya. Mereka sepakat untuk memulai dari awal lagi seperti keluarga mereka yang dulu yaitu harmonis dan penuh dengan kebahagiaan. Viola begitu senang akan hal ini. Akhirnya keinginannya untuk keluarganya seperti dulu lagi terwujud. Usahanya tidak sia-sia sekarang.

Ternyata benar, Bahwa keinginan kita akan terwujud jika kita berusaha semaksimal mungkin karena usaha tidak akan mengkhianati hasil dan jika kita tidak berusaha maka keinginan itu tidak akan pernah terwujud dan menjadi angan-angan kita saja. Lalu jika kita terus menghindari masalah yang kita alami itu tidak akan menyelesaikannya, melainkan hadapilah masalah itu. (Singaraja Buleleng Bali - Wahyu Warningsih)


Endik Koeswoyo
Endik Koeswoyo Scriptwriter. Freelance Writer. Indonesian Author. Novel. Buku. Skenario. Film. Tv Program. Blogger. Vlogger. Farmer

Posting Komentar untuk "Cerpen - Hanya Ingin Seperti Dulu - Oleh: Wahyu Warningsih"

www.jaringanpenulis.com




Affiliate Banner Unlimited Hosting Indonesia
SimpleWordPress