Cerita Kita Tidak Untuk Dibagikan – Cerpen Oleh : Meliana Wanda

 


Pertemuan ini diawali oleh harapan tentang hidup bersama. Gadis yang dulu membenci hari-hari harus bertahan untuk tidak menyendiri. Sampai suatu saat pertemuan itu terjadi.

Siang itu, aku mencari sepasang sepatu. Lama sekali mengitari halaman, hingga aku melihat seorang laki-laki membawa sepatuku. Dia keras hati dan mengatakan bahwa sepatu yang ia ambil adalah miliknya. Padahal sudah jelas aku sedang mencari pasangannya. Ia meminta maaf padaku, namun saat aku melihat seorang wanita dibelakang punggungnya, aku mengerti. Dia tengah memperjuangkan hatinya.

Aku berjalan menuju sebuah kafe, memesan caramel latte dan duduk di ujung dekat jendela. Aku melamun sambil menyeruput minuman. Pikiranku kembali pada sepasang kekasih yang baru saja kutemui hari ini. Pasangan yang tengah ku pikirkan mendadak melintas di depanku. Mataku menatap seorang laki-laki dan wanita yang berdebat di jalan. Aku melihat jelas keromantisan mereka mulai memudar. Saling meninggalkan satu sama lain, tidak berucap dan tidak diiringi penjelasan. Lelaki itu membeku, menatap kekosongan di depannya. Bahkan dirinya juga tidak diberi kesempatan, tak berbicara untuk menahan.

Malam itu, aku berdiri di trotoar dan menyusuri jalan. Aku menengadahkan tangan, merasakan bagaimana dinginnya air hujan. Langkahku terhenti di depan kafe. Lantas membuka pintu dan memesan caramel latte. Aku membalikkan badan, melihat lelaki yang duduk di ujung dekat jendela. Kafe ini sangat luas, tapi mengapa ia duduk di spot favorit ku. Aku menghela napas, memutuskan untuk duduk di luar. Tak lama, laki-laki itu keluar melewatiku begitu saja. Sejujurnya aku sangat kesal dan memutuskan untuk pulang. “Gadis!” teriak barista. Aku menoleh dan mengernyit. Barista itu melambaikan tangan. Aku masuk ke dalam mencari tau. Barista itu hanya memberikan sepucuk kertas bertuliskan, “Maaf aku telah mengambil tempat dudukmu.” Aku memasukkan kertas itu ke saku celana dan bergegas pergi.

Esoknya, aku kembali ke kafe. Aku tidak bermaksud untuk membuatnya merasa bersalah. Hanya saja sikapku sangat keterlaluan. Aku berniat mencarinya, namun Barista tidak melihat seharian. Aku menunggu sedikit lama, hingga supir datang dan aku harus pulang.

Sejak hari itu, tidak ada yang menarik lagi disekitarku. Aku masih sama seperti dulu. Masihkah ada kesempatan bertemu? Berjalan di sepanjang trotoar membuatku tersadar bahwa tidak ada perjalanan yang selesai jika tidak diberhentikan. Menghela napas sambil menyingkirkan rambut di sekitar wajah. Seorang lelaki tiba-tiba muncul melewati persimpangan. Ia menatapku seakan ingin berkenalan. Aku tersenyum dan menghampiri. Bibirku mengucapkan kata maaf, tapi ia mengangguk dan memahami maksud hatiku. Ia mengulurkan tangan, aku menjabatnya perlahan. Sungguh, aku melunak di hadapannya.

Sejak hari itu, aku menjadi yang paling berarti dalam hidupnya. Aku bersyukur kesalahpahaman itu berkembang menjadi awal kebahagiaan.

Aku memang tidak berdialog, tetapi mengemukakan perasaan melalui hati. Meresapi semua kata dari lelakiku adalah intuisi yang harus aku kuasai. Aku juga tidak bertutur kata, namun mata sudah memaknai seluruh kata. Dengan sang kekasih, aku tidak bisa membagikan cerita ini pada orang lain. Bagiku, perasaan ini hanya milik berdua yang dibagikan melalui hati.  (Surabaya - @melianawnd)

 

Posting Komentar untuk "Cerita Kita Tidak Untuk Dibagikan – Cerpen Oleh : Meliana Wanda"

www.jaringanpenulis.com




Affiliate Banner Unlimited Hosting Indonesia
SimpleWordPress