Mungkin
tak ada kata yang lebih fantastis lagi untuk menggambarkan sosok teman satu
klub latihanku itu. Belum puas menjuarai kejuaraan di turnamen nasional yang
menurutku sudah sangat membanggakan, dia merambah ke level internasional lagi.
Baginya, tiada kata lelah untuk selau menjadi yang terdepan.
Kenapa
masih disini?. tanyaku melihatnya di bawah naungan gerimis kecil yang masih
awet menjatuhkan tetesan kristal kecil dari langit.
Aku
masih nunggu seseorang, Ky..
Aku
celingukan sedari tadi. Mungkin saja ketemu orang yang masih setia ditunggu oleh
Yuning. Dia pun terlihat cemas sembari melihat jam tangan kecilnya yang jarumnya
semakin melangkah jauh. Penantian yang membosankan.
Apa
yang terjadi sama lutut kamu tadi?? tanyaku yang sempat kaget waktu melihat
Yuning meringis kesakitan tadi sebelum tim medis datang ke arena lapangannya.
Nyerinya
kerasa lagi, Ky. ucap Yuning dengan nada sedih. Bagaimana tidak, dia memaksa
untuk main sampai set selesai di atas ketidakmungkinan lagi lututnya bisa
bergerak maksimal.
Ini
bagaikan sebuah mimpi buruk yang kami rasakan kalau ada kesakitan yang
menggangu salah satu organ gerak kami, termasuk halnya lutut.
Harusnya
kamu udah berhenti aja, nggak usah dipaksakan. Bukannya Coach Hendra nggak
pernah memaksa kamu untuk terus bertahan kalau kamu sakit ya??
Aku
hanya mau bertanding maksimal, dan nggak mau sampai mengecewakan kalau
seseorang yang ku tunggu datang.
Tapi
buktinya, dia datang nggak???
Yuning
mengeleng lesu. Aku pun juga tak faham sebegitu spesialnya-kah orang yang
dinantikan oleh Yuning sehingga ia mengabaikan sakit yang tengah mendera
lututnya??? Kalau itu pacar, aku rasa bukan. Ibu?? Setahuku ibunya sudah
meninggal. Lalu, siapa??
Yuning
mengeluarkan buku tebalnya sambil mencoret-coret sesuatu. Tanpa ia bicarakan,
pahamlah aku apa yang anak itu kerjakan dengan keasyikannya. Tentu sebuah buku
TOEFL serta soal-soal seabrek yang menurutku amat membingungkan.
**
Gadis
itu tak pernah mengeluh dengan kesendiriannya setelah ibunya meninggal. Tiada
juga saudaranya yang kerap kali datang ke klub kami saat latihan sedang libur.
Dia anak tunggal. Tidak pernah pula ku lihat dia menangisi keadannya yang
membuatku ngilu dengan cederanya.
Gimana
perkembangan lutut kamu, Ning??
Cairan
di ligamenku berkurang, dan itu buat gerakan di lututku terasa ngilu kalau buat
latihan.
Terus,
terapi??
Nggak
akan bisa maksimal, Ky. Terapi hanya mengurangi sakit untuk sementara.
Orangtua
kamu tahu soal ini?? Maksud aku, ayah kamu..
Dalam
prinsip hidupku, aku nggak mau dan nggak akan berbagi kesedihan sama oranglain.
Kalau aku sakit, aku harus tanggung sendiri. Aku baru akan mengabari ayahku
kalau aku dapat berita gembira.
Terus
kalau ayah kamu datang, apa hadiah yang kamu minta??
Aku
mau ayahku selalu ada di sampingku selamanya. Aku kangen ayah yang dulu. Ayah
yang selalu ada menyemangati aku sama seeprti waktu ibu masih hidup.
Ayah
Yuning mengalami perubahan besar saat ibunya tiada. Aku pun tak tau karena hal
apa. Mungkin ini sangat bersifat pribadi. Bahkan yang lebih mengejutkan, Yuning
pun tak pernah tahu kenapa sebab ayahnya seakan berubah total.
Gadis
itu tak menginginkan apa-apa, bukan hadiah mahal seperti mobil mewah, emas
berlian, voucher jalan-jalan ke Eropa, atau yang lain, padahal setahuku, tak
perlu pikir dua kali bagi ayahnya untuk menyanggupi semua hadiah yang Yuning
inginkan.
Kita
senasib, Ning. Bukan hanya kamu saja yang rindu sama ayah kamu..
Bukannya
orangtua kamu masih lengkap, Ky??
Ya,
itu dulu sebelum kecelakaan itu terjadi. ucapku tak menyelesaikan cerita
akhirnya.
**
Untuk
belajar saja pun dia tak pernah lelah. Lelahnya latihan yang menguras tenaga
tak pernah ia hiraukan. Tangan kecilnya selau saja bergerilya pada buku tebal
dengan soal rumit yang selalu jadi penyemangatnya.
Mungkin
ini akan jadi pertandingan terakhirku, Ky.. ucapnya dengan nada sendu.
Mau
kemana, Ning?? Kenapa bilangnya pertandingan terakhir??
Ke
Singapura..
Kalau
dia bilang ke Singapura untuk operasi
lututnya, aku percaya karena itu rekomendasi dari pelatih kami. Tapi kalau
Yuning sampai bilang pertandingan terakhir? Itu yang menurutku kurang masuk
akal.
Maksudnya
kamu mau pensiun dini??
Aku
harus fokus pilih salah satu.
Tentang??
Nanti
akan aku bicarakan kabar bahagia ini dengan ayahku.
Dia
pergi dengan langkah girang. Gadis yang aneh. Melihatnya dengan ekspresi
berseri seharusnya turut mendukung aku untuk merasa bahagia, tapi yang ada di
kepalaku malah segerombol pertanyaan yang siap menyerang seakan bisa meledak
sperti bom molotov.
**
Belum
datang juga orang yang Yuning tunggu. Gadis itu memberikan ucapan selamat padaku
seraya mengulurkan tangan. Ini pertama kali aku merasakan podium tertinggi
meski hanya sebatas level sirnas.
Kenapa
ayahku belum datang juga??
Memang
kamu tak coba menghubunginya???
Sudah,
tapi hapenya tidak pernah aktif sama sekali. dengusnya bernada kesal. Waktu HP
Yuning menyala, tak sengaja ku lihat foto seorang lelaki gagah dengan jas
hitamnya. Foto itu seakan menjadi yang spesial karena dipasang jadi wallpaper.
Aku
mau memberi kabar ayah kalau aku lulus beasiswa kedokteran di Singapura, Ky.
Jadi, setelah aku operasi lutut nanti, aku bisa kuliah dengan tenang. Yuning
membeberkan rahasianya padaku sebagai orang pertama yang ia ceritakan.
Deg.
Jantungku menyeruak keras. Melihat foto lelaki itu mengingatkan aku akan sebuah
foto menyakitkan bagiku. Mungkin kalau aku ceritakan secara langsung pada
Yuning, dia juga tak kalah shock.
Kenapa
ibu tega secepat itu menemukan pengganti ayah, saat ayah sedang membutuhkan
banyak doa dan dukungan agar ia cepat sadar dari komanya??
Yuning, aku memang teman baikmu, tapi aku tak tahu apa reaksimu begitu tahu kalau aku sudah merangkap menjadi saudara tirimu juga... Jakarta Pusat @dyekania
Posting Komentar untuk " Hadiah yang Sangat Dirindukan - Cerpen - Dyah Eka Kurniawati"