Melihat arus perkembangan zaman yang semakin tak terkendali. Meninjau hal
negatif yang semakin mewabah di masyarakat. Moral remaja tak lagi sepolos tahun
90 an. Kepribadian remaja “sok dewasa”
sudah menjadi hal yang biasa. Sekolah berbasis boarding school menjadi incaran utama orang tua. Sekolah dengan
model pesantren menjadi hal trendy di
kalangan para orang tua dengan harapan bisa menjadikan anaknya tak turut serta
dalam arus yang negatif tersebut.
Kembali ke era tahun 90. Dimana kasus pemerkosaan masih menjadi hal yang
sangat memalukan. Zaman dimana berpacaran menjadi aib yang harus disembunyikan.
Dalam kurun waktu yang singkat, dunia sudah tak lagi berputar pada porosnya.
Istilah jomblo merupakan hal memalukan di kalangan remaja. Pandangannya seperti
orang tidak laku. Hamil di luar nikah merupakan hal yang sudah biasa. Menjadi
sosok playboy atau playgirl justru bangga. Demikianlah beberapa fenomena saat
ini yang sepertinya sudah tak bisa difikir dengan akal sehat. Perlu sedikit
berjungkir balik untuk memahami apa yang diinginkan remaja saat ini.
Prestasi gemilang adalah impian setiap orang. Hanya saja cara untuk
mewujudkannya merupakan hal yang amat berat sehingga cara untuk meluapkannya
salah. Bosan dengan aneka kegiatan positif yang kurang berkesan sehingga mereka
lebih memilih untuk terjun dengan hal yang disebut “coba – coba”. Ayat
peringatan sang Ilahi tak lagi diperdulikan sehingga terbengkalai begitu saja
di rak ruang tamu. Naudzubillahi min syarri dzalik.
Fenomena remaja yang kita jumpai saat inilah yang membuat para orang tua
takut. Sehingga mengarahkan insan amanah ilahi nya ke tempat yang dirasa dapat
menjaga. Tapi, ada hal yang harus kembali diluruskan. Yakni mengenai hubungan
wali santri, santri, dan pesantren. Ibarat sebuah tanaman. Santri adalah
tanaman yang harus terus disemai hingga menjadi bunga. Orang tua adalah air,
sedang pesantren adalah pupuk. Sebuah tanaman bisa berbunga dengan baik ketika
air dan pupuk diberikan secara seimbang. Lain hal nya dengan tanaman berpupuk
tanpa air, ataupun sebaliknya. Saat tanaman sekedar diberi pupuk tanpa
disirami, maka tanaman itu akan kering. Demikian pula dengan santri. Santri
berada di pesantren tapi orang tua tidak mendukung visi dan goal output yang
telah ditetapkan oleh pesantren, orang tua tak pernah mengingatkan anaknya
untuk senantiasa berbenah diri menjadi yang lebih baik, jelas saja jika ketika
keluar sang anak tak lagi memegang ilmu yang telah ia timba selama ini. Dengan
mudah saat dinasihati para ustadz/ah mereka menyanggah dengan alasan orang tua
membolehkan A dan B, padahal hal tersebut dilarang saat di pesantren. Begitupun
jika tanaman terus disiram tanpa diberi pupuk. Ia tak akan tumbuh maksimal.
Seorang anak yang tinggal di pesantren sebatas memenuhi amanah orang tua tanpa
memperhatikan apa yang harus ia targetkan untuk mendidik sang anak, maka sama
saja nihil. Karena bisa jadi ia tak menemukan kasih sayang pengganti orang tua
sehingga ia tak dapat belajar dengan maksimal.
Lantas, apa yang harus kita tekankan dalam hal ini ??
Pesantren bukanlah tempat penitipan anak. Pesantren bukan tempat
rehabilitasi anak nakal. Melainkan, pesantren adalah tempat menempa diri
yangmana antara orang tua dan pesantren bisa menjadi satu tim solid dengan niat
Lillah mendidik sang anak. Artinya, bukan setelah masuk pesantren anak harus
langsung jadi baik. Semua ada prosesnya. Baik juga bukan merupakan hal yang
dapat diukur secara kuantitas, sehingga hanya hati – hati peka yang dapat
merasakannya. Mendidik anak ibarat menuang air ke dalam botol. Jika yang
dituang sama – sama air, maka zat itu mudah bercampur. Tapi jikalau air dengan
minyak, maka sampai kapan pun tak akan ada titik bertemunya untuk bercampur.
Demikianlah dengan sang anak. Saat orang tua dan pesantren bisa menyatukan hati
menembus visi dan misi, maka sampai akhir anak akan bisa menjadi pribadi
fleksibel seperti air yang mudah dibentuk di botol. Sebaliknya, jika orang tua
dan pesantren masih menjadi minyak dan air, maka sampai kapanpun tidak akan
bersatu. Wallahu a’lam.
Posting Komentar untuk "MENDIDIK REMAJA DENGAN CINTA"