The Lady Escort, Bukan Kisah Prostitusi



The Lady Escort merupakan salah satu karya terbaru keluaran penerbit Kubusmedia, berkisah tentang seorang wanita bernama Kinanti Anjani yang menemukan cinta sejati ketika berusaha mengobati traumanya akan masa lalu.
Novel ini merupakan karya salah satu anak bangsa yang patut kita banggakan, yaitu Kinanti WP. Dan beruntungnya saya, karena mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai sang penulis melalui whatsapp beberapa waktu lalu. Dari hasil wawancara ini saya mengetahui perjalanan penulis bersama karya solo perdananya, The Lady Escort.
Perjalanan bermula ketika penulis ingin menjajaki sebuah platform menulis berlabel wattpad. Penulis yang awalnya hanya membaca karya-karya penulis lain di sana, menemukan hasratnya untuk ikut menuliskan karyanya di platform tersebut. Ketika berusaha mencari ide untuk tulisannya, tiba-tiba ia menemukan ide mengenai sisi lain kehidupan seorang lady escort.
Seperti yang kita ketahui lady escort merupakan “pekerjaan” yang selama ini menimbulkan banyak sekali kritikan di negara kita yang berbudaya timur. Dari sini lah penulis berkeinginan untuk menjamah sisi lain dari dunia ini. “Aku selalu suka sih nulis sisi lain kehidupan, karena seperti yang kita semua ketahui, orang melakukan sesuatu pasti ada alasannya. Meski kadang sulit kita pahami dan nggak masuk akal, tapi ya dari situ lah konsep awalnya cetita TLE,” ujarnya.
Kinanti WP, penulis The Lady Escort

“Setiap pekerjaan yang diambil seseorang pasti punya alasan dibaliknya. Alasan yang kadang tidak kita pedulikan, alasan yang kadang begitu menyakitkan, dan semua itu nyata terjadi pada banyak orang yang terjun ke dunia gelap itu. Lagi pula walau Jani berprofesi sebagai escort tapi bukan escort yang menjurus pada prostitusi yang aku tampilkan.” Beginilah jawaban penulis ketika kutanya lebih detil mengenai alasannya mengambil tema lady escort.
Sebenarnya, seperti yang disampaikan penulis, tema ini sudah banyak di angkat, baik dalam bentuk buku maupun film. Penulis bahkan mengakui bahwa salah satu inspirasinya dalam menulis The Lady Escort adalah buku Jakarta Undercover karya Moammar Emka yang memuat cerita tentang kehidupan malam di Jakarta juga lady escort. Namun, kembali lagi pada alasan penulis, ia ingin megangkat kisah ini dari sudut pandang berbeda. Dari sana lah The Lady Escort tumbuh menjadi novel yang kini telah beredar di toko-toko buku di Indonesia.
Kisah The Lady Escort sendiri, awalnya ingin dipublikasikan penulis dengan judul Not An Escort di akun wattpad penulis, @kinantiwp. Karena memang tokoh utamanya, Jani, tidak berprofesi sebagai escort. Seusai membuat cover cerita, penulis meminta pendapat kepada seorang temannya yang juga merupakan penulis. Selain menunjukkan beberapa cover yang telah dibuat, penulis juga menjabarkan garis besar cerita yang sedang ia tulis. Hanny Dewanti, sahabat penulisnya, malah berkomentar, “Kenapa nggak pake judul the lady escort aja sekalian?”
Walau sebelumnya memiliki ide yang sama dengan sahabatnya, Hanny Dewanti, penulis merasa sangsi dengan judul ini. Konotasi negatif membuat penulis berpikir pembaca akan membayangkan karyanya sebagai sebuah novel dewasa dengan banyak adegan ranjang, walau faktanya tidak begitu. Namun, setelah perbincangan dengan sahabatnya tersebut usai, penulis akhirnya memutuskan untuk memakai judul The Lady Escort karena merasa judul ini memang mewakili cerita yang ia sajikan kepada pembacanya. Bagian pertama The Lady Escort pun dipublikasikan pada tanggal 12 Februari 2017.
Hanny Dewanti bersama The Lady Escort

Jodoh yang Tak Terduga
The Lady Escort menemukan jodohnya dengan cara yang cukup tidak terduga. Suatu hari, tiba-tiba saja salah satu perwakilan Kubusmedia menghubungi penulis melalui whatsapp. Ia menyatakan ketertarikan pada naskah The Lady Escort dan bersedia menerbitkannya jika memang cocok dengan selera Kubusmedia. Itu terjadi pada bulan Mei 20117, namun kala itu naskah The Lady Escort masih belum rampung.
Pada Juli 2017, setelah naskah rampung, penulis kembali menanyakan perihal ketertarikan Kubusmedia akan naskahnya. Setelah mendapat jawaban iya dari perwakilan penerbit, penulis pun mengirimkan naskahnya yang telah rampung. Dua minggu setelahnya, penulis mendapatkan pemberitahuan bahwa Kubus Media akan menerbitkan The Lady Escort, dan penerbit pun menandatangi kontrak penerbitan pada akhir Agustus 2017.
Apakah penulis mengalami kesulitan ketika menggarap The Lady Escort? Jawaban penulis, ia menghadapi kesulitan standar yang biasa dialami bu-ibu penulis pada umumnya, yaitu menemukan waktu yang luang untuk menulis. “Karena aku IRT tanpa ART yang masih punya balita,” ujarnya. Selebihnya, tak ada kendala yang berarti, terbukti dengan selesainya The Lady Escort dalam jangka waktu lima bulan, dari Februari hingga Juli 2017.
Foto The Lady Escort oleh Pita Madyana

Mengenai kenangan yang tak terlupakan dan berkesan mengenai karya solo perdananya ini penulis mengakui salah satunya adalah ketika ia dianggap sebagai penulis yang membuat karya porno karena memiliki judul The Lady Escort. “Padahal orangnya sudah jelas nggak baca TLE karena dia nggak tahu bahwa TLE nggak ada sama sekali adegan porno,” ungkapnya kala itu. “Yang paling berkesan tentu ketika mendadak ada tawaran dari penerbit yang sama sekali nggak aku duga akan datang secepat itu,” ia menambahkan.
Saya sudah membaca The Lady Escort, dan menurut saya cerita ini layak dibaca karena menarik dan memiliki plot yang mengalir ringan, serta menghibur. Saya pun menanyakan pada penulis, jika diminta untuk menempatkan diri sebagai salah satu tokoh selain tokoh utama, akan menjadi siapakah penulis? Dengan cepat ia menjawab Jesslyn, disertai dengan emoji tawa lebar. Alasannya karena Jesslyn ini sosok bibi idaman.
Lain hal ketika kutanyai pendapatnya tentang alasan kenapa orang harus membaca The Lady Escort. Penulis sepertinya ragu dalam menjawab, “Wah ini aku nggak bisa jawab. Karena emang nggak harus sih, karena kita nggak bisa memaksakan selera pada semua orang.” Akhirnya, saya mengubah sedikit pertanyaan tersebut. “Menurut mbak, apa yang membuat TLE layak dibaca?” Ia menjawab bahwa The Lady Escort menyuguhkan cerita tentang sisi lain kehidupan manusia, juga tentang sisi lain kehidupan seseorang yang tidak bisa selalu kita lihat, karena terkadang memang sengaja sembunyikan, dan yang seharusnya tidak dengan mudah kita nilai sembarangan. “TLE juga memperlihatkan bahwa selalu ada perjuangan dalam hidup setiap orang,” ungkapnya. Tapi mengenai layak atau tidaknya The Lady Escort untuk dibaca, penulis mengakui bukan ia yang sebaiknya menilai. “Karena jadinya subjektif,” akunya.
Setiap orang pasti memiliki harapan dengan apa yang ia kerjakan, begitu juga dengan penulis yang satu ini. Ia berharap, The Lady Escort bisa diterima oleh pecinta literasi di Indonesia. Penulis juga berharap The Lady Escort bisa sedikit memberi gambaran bahwa hidup orang lain belum tentu seperti yang kita lihat, entah itu baik atau buruk di mata kita. “Karena selalu ada sisi lain dalam segala hal yang mungkin tidak kita pahami,” ujarnya.
foto The Lady Escort oleh Deby Paramitha

Penulis juga punya pesan lho, buat yang sudah baca The Lady Escort. Sengaja saya kutip apa adanya jawaban penulis, agar bisa tersampaikan dengan jelas dan baik pesan dari beliau. “Pesan untuk yang sudah baca TLE?? Hmm.. apa ya?? Hahahahaha... Semoga kisah cintamu lebih indah dari Tama dan Jani, semoga hidupmu tidak serumit perjalanan hidup mereka dan semoga kita semua bisa selalu melihat sisi pandang lain sebelum menilai sesuatu.”
Sekarang, masih berpikir bahwa The Lady Escort isinya tentang dunia prostitusi? Jika demikian, berarti kalian harus membaca The Lady Escort. Tak kenal maka tak sayang, bukan? Dan seperti kata George Eliot, “Don’t judge a book by its cover.”
Akhir kata, saya doakan semoga The Lady Escort bisa masuk jajaran karya Best Seller yang memberikan banyak manfaat bagi pembacanya. Bagi yang ingin lebih mengenal penulis, silakan baca artikel Kinanti WP: Menulis, Tempat Pelarian Teristimewa

Posting Komentar untuk "The Lady Escort, Bukan Kisah Prostitusi"

www.jaringanpenulis.com




Affiliate Banner Unlimited Hosting Indonesia
SimpleWordPress