SANIA (5) Oleh Dewy Rose.



Saat Dion terkesima, tiba-tiba ...

“Ah!” teriaknya kaget sambil melompat berbalik dan memasang kuda-kuda.

“Maaf, Mas Dion! Bude mengagetkan ya?” Seraut wajah tegang karena Dion sudah memasang kuda-kuda untuk dirinya yang mengagetkan Dion dengan menepuk pundaknya secara tidak sengaja.

“Bude,” ucap Dion datar sambil membenahi sikapnya semula dan tersenyum kepada seorang wanita setengah tua, Bude Sri namanya.

“Bude Cuma mau tanya sama Mas Dion, kenapa dari pagi Mbak Widya ramai sekali di dalam kamarnya ya, Mas? Seperti sedang bercakap-cakap dengan seseorang dan menyanyikan lagu anak-anak terus dari tadi,” Bude berbicara banyak lagi sambil menatap ke arah Dion dengan wajah heran.

“Hm! Begini Bude, Widya sedang bernyanyi dengan Sa ...,”

“Sa? Siapa itu, Mas?” Bude Sri memotong pembicaraan Dion yang belum selesai.

“Wa’alaikumussalaam,” jawab Widya yang tiba-tiba membukakan pintu

“Namanya Sa ... Sania, Bude! Kami sedang bernyanyi bersama dari pagi, maaf jika mengganggu waktu weekend Bude bersama keluarga.” Widya menerangkan sedikit gugup, sebab memang tidak mengetahui dengan pasti namanya Sa. Tembok kamar kami memang bersebelahan, jadi otomatis jika ada suara kencang sedikit akan terdengar.

“Oh! Enggak apa-apa kok, Nak Widya. Bude mohon diri sekalian ya?” pamit Bude Sri pada kami. Lalu Dion mengikuti langkah Widya, kemudian mereka duduk bersama di atas tikar sambil saling memandang.

“Hm! Wid, foto-foto kamu tadi dengan Sa ternyata tidak jadi, apa karena kamar dalam keadaan gelap ya?” kata Mas Dion memulai percakapan.

“Memang sehabis mengambil foto kami, Mas tidak dilihat lagi?”

“Enggak, Wid! Karena aku berpikir sudah ke save di handphone aku, ternyata ...,” jawab Mas Dion menggantung sambil mengangkat kedua belah tangannya.

Hhhh ... Mas Dion menghela napas kemudian.

“Brak!”

Tiba-tiba pintu rumah tertutup sendiri, kami pun saling berpandangan. Angin meliuk di ruang depan, mempermainkan hijabku. Sesaat aku menoleh kepada Mas Dion, seolah Dia sedang menatap sesuatu, namun entah apa.

“Prang!”

Suara benda jatuh dan pecah tiba-tiba dari arah dapur terdengar. Setengah berlari kami menuju ke dapur. Setelah mencari benda apa yang pecah, namun kami tak menemukan juga. dan dapur masih dalam keadaan rapi.

“Wust!”

Kembali angin kencang berembus di dapur.

“Brak!”

“Brak!”

“Brak!”

Suara pintu tertutup, terdengar berbarengan, kemudian terbuka kembali. Ketika tersadar aku segera berlari menuju kamar.

“Brak!”

Pintu kamar tebuka sendiri, sebelum aku membukanya.

“Sa!” teriakku, namun yang kulihat Sa tertidur. Segera aku menarik napas, lega.
Dan angin perlahan-lahan reda dan menghilang.

“Ah!” teriakku seketika, karena ada sepasang tangan dingin! Memegang pundakku.

“Wid! Ini aku, Dion! Kamu baik-baik saja?” tanya Mas Dion yang muncul secara tiba-tiba di hadapanku.

Dengan sedikit gemetar aku mengangguk. Lalu mengikuti langkahnya menuju ruang tamu.

“Ini, minum dulu, kamu pucat dan gemetaran seperti itu, Wid,” Mas Dion memberikan segelas minuman.

Segera aku minum air putih dalam gelas itu, sambil menarik napas dalam, kemudian menaruh gelasnya.

“Mas! Akhir-akhir ini banyak kejadian aneh di sini, kamu merasakan juga, Mas?” tanyaku sambil terbata.

“Ya, makanya aku juga bingung, Wid! Ada apa ini? Apa yang terjadi sebenarnya? Kamu berani ‘kan, Wid?” Mas Dion bertanya sambil menatapku tajam.

Ah! Mata itu ... Seperti sedang memandang sesuatu yang ... Ah! Aku sendiri juga tak tahu, batinku sambil menundukkan wajah, karena melihat tatapan Mas Dion yang tak seperti biasanya.

“Mas pamit dulu ya, Wid! Kamu jaga diri, jika ada apa-apa hubungi Mas atau Pak RT Maman, bisa juga kamu minta bantuan Bude Sri, tinggal teriak aja,” katanya sambil berdiri dan berjalan keluar rumah. Sementara aku hanya mengangguk dan mengikutinya dari belakang.

“Assalaamu’alaikum!” Mas Dion mengucap salam sambil melaju dengan   motornya.

Sepertinya ada yang aneh dengan Mas Dion, tapi apa ... Entahlah, batinku kembali. Sambil berjalan menuju pintu dan ...

“Brak!”

Pintu tertutup dari dalam rumah, karena terkejut segera aku berusaha membuka pintu, namun pintu seolah terkunci dari dalam rumah. Karena panik, setengah berlari aku berjalan menuju rumah Bude Sri. Belum sempat sampai di sana tiba-tiba suara motor Dion balik lagi dan berhenti di depan rumah. Sambil berbalik menoleh kemudian ...

“Brak!”

Suara pintu terbuka sendiri namun tak ada Dion di sana ...

DR.
Bekasi, 15 April 2018
18:18

Posting Komentar untuk "SANIA (5) Oleh Dewy Rose."

www.jaringanpenulis.com




Affiliate Banner Unlimited Hosting Indonesia
SimpleWordPress