Pelajaran
Kesehatan dari Daging Qurban
Oleh: Yuga Pramita
Qurban dalam arti luas dan umum
adalah mendekatkan diri kepada Allah, mengharap ridlo-Nya dengan
mempersembahkan segala sesuatu yang kita miliki. Sedangkan dalam arti khusus,
bermakna menyembelih hewan ternak kambing (domba), sapi atau unta pada tanggal
10 Dzulhijjah, setelah shalat Idul Adlha dan pada hari tasyriq. Pada waktu haji sebelum hadyu. Lalu dagingnya dibagikan secara mentah kepada kaum muslim
yang membutuhkan.
Ada banyak hikmah dari perintah
tersebut, salah satunya berkaitan dengan jenis hewan yang diqurbankan:
disamping “anjuran tersembunyi” agar kita mau melestarikannya, perintah
tersebut bisa pula dimaknai sebagai pelajaran agar kita tidak melupakan
keberadaannya, serta mau mengonsumsinya. Pertanyaan, kenapa Allah
menentukan
hewan-hewan tersebut? Kenapa
bukan daging ayam atau ikan?
Daging merah
Dari sisi
warna yang ditampakan, para kulinolog membagi daging dalam dua kelompok: daging
merah untuk daging yang berwarna merah, dimana hewan-hewan yang disyaratkan untuk
diqurbankan tergolong
kedalamnya; Dan daging putih, untuk hewan yang memiliki daging berwarna
putih. Yang masuk kelompok ini misalnya daging unggas dan
ikan.
Tampilan warna daging dipengaruhi
oleh protein bernama mioglobin yang terdapat di semua otot, termasuk daging.
Mioglobin, seperti halnya hemoglobin, adalah protein yang mengikat oksigen.
Hemoglobin mengangkut oksigen dari paru-paru ke sel-sel di seluruh tubuh,
sementara mioglobin menyimpan oksigen di dalam sel.
Umumnya kelompok daging merah
memiliki mioglobin lebih banyak. Sebagai contoh, kandungan mioglobin
dalam daging sapi rata-rata sekitar 8 miligram per gram daging, kambing (domba) rata-rata 6 miligram, sedangkan unggas hanya 1 – 3 miligram. Kandungan
mioglobin ini berkaitan dengan kadar besi-hem (heme-iron) yang dimiliki hewan.
Dibanding besi-nonhem, yang banyak terdapat dalam
bahan makanan nabati, besi-hem lebih dapat diabsorpsi tubuh (5 persen : 25
persen). Halmana bermakna lebih bisa diandalkan dalam membantu proses
metabolisme energi, mendongkrak kemampuan belajar, meningkatkan sistem
kekebalan, serta menolong melarutkan beberapa jenis obat tidak larut air,
hingga dapat dikeluarkan tubuh.
Namun daging merah tak hanya mempunyai unsur itu saja. Khususnya yang berasal dari sapi, diketahui
juga memiliki vitaimin B12. Dalam Prinsip
Dasar Ilmu Gizi, Sunita Almatsier mencatat kadarnya 1,4 mg/100 gr.
Walau
sedikit, jumlah tersebut sudah dapat menutupi kebutuhan harian tubuh akan
vitamin ini mulai balita hingga orang tua, yang memiliki kisaran antara 0,1 mg – 1,0 mg/hari,
sedangkan untuk wanita hamil dan menyusui perlu mendapat tambahan sebanyak 0,3 mg/hari.
Dalam
kaitan dengan peningkatan mutu sumber daya manusia, peran vitamin yang memiliki
nama lain kobalamin ini terbilang penting. Penelitian Rogers dkk
di Guatemala pada
553 anak sekolah usia 8 sampai 12 tahun mendapati, mereka yang mengalami
defisiensi vitamin B12 mempunyai waktu reaksi lebih rendah pada tes neuropsikososial
terhadap persepsi, memori dan pertimbangan/pemikiran, serta kerap menghadapi masalah dalam urusan prestasi akademik
dibanding anak yang tidak mengalaminya.
Sementara
dari hasil penelitian eksperimental di Kenya, dimana didapati sebanyak 80,7 persen anak sekolah dasar mengalami masalah defisiensi
vitamin B12, melalui pemberian
makan dengan menu lauk
daging dan susu pada kegiatan makan bersama di sekolah, ditunjukkan terjadinya penurunan
masalah defisiensi vitamin ini secara nyata serta terdongkraknya daya memori anak.
Kehebatan
lain dari daging merah, utamanya bagi wanita, diperlihatkan pula oleh para
peneliti Australia, setelah melakukan studi pada lebih dari seribu wanita, yang
mencoba mengubah pemenuhan kebutuhannya akan protein, dari daging merah ke
daging putih asal ikan atau ayam.
Diungkapkan Felice
Jacka, dari
Deakin University, Victoria,
para wanita
yang mengkonsumsi lebih sedikit daging merah dari yang dianjurkan, ternyata memiliki
kecenderungan dua kali lebih besar untuk dikenai gangguan kesehatan mental,
berupa depresi dan kecemasan. Dan hubungan tersebut tetap memperlihatkan
kebermaknaannya manakala faktor-faktor lain, seperti beragam makanan
menyehatkan yang dikonsumsi, status sosial ekonomi, aktivitas fisik, merokok,
berat badan, dan usia, juga diperhitungkan.
Dengan
demikian, jelaslah bahwa kebutuhan tubuh akan daging merah harus dipenuhi,
tidak bisa diganti oleh selain itu.
Allahu a’lam.
Tulisan ini dimuat di
VOA-Islam tgl 29/09/2014.
TENTANG PENULIS:
|
Yuga Pramita, merupakan
alumnus FKM Universitas Diponegoro (thn 2007). Tulisan ilmiah populernya pernah dimuat di beberapa media massa, seperti Intisari,
Kompas, Republika, serta Pikiran Rakyat.Buku yang pernah ditulisnya adalah Ayat-ayat Sehat (Pro-U Media, 2013).
***
Setiap karya yang kami publikasikan hak cipta dan isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis Untuk Anggota Jaringan Penulis Indonesia yang mau mengirimkan karya harap mencatumkan subyek KARYA ANGGOTA + Tema Tulisan + Judul Tulisan pada email yang di kirim ke jaringanpenulis@gmail.com Bagi yang ingin bergabung menjadi Anggota Jaringan Penulis Indonesia silahkan ISI FORMULIRNYA DISINI
Posting Komentar untuk "Pelajaran Kesehatan dari Daging Qurban Oleh: Yuga Pramita"