Bakat Terpendam Zyo dan Sebuah Buku Diary



Bakat Terpendam Zyo dan Sebuah Buku Diary
Oleh : Seno Ns



Banyak orang yang enggak menyadari bakatnya. Membiarkannya tidur begitu
lama hingga potensi yang ada dalam diri bertumbuh pelan dan akhirnya sia-sia.
Padahal kalau diasah, bakat terpendam itu bisa jadi mutiara yang menginspirasi
kesuksesan orang lain.

Zyo adalah salah satu sosok yang memiliki bakat terpendam. Dia seorang anggota
Jaringan Penulis Indonesia yang memiliki bakat menulis. Uniknya, bakat itu
mulai terlihat dan terasah ketika Zyo duduk di bangku SMP. Ketika dia
mendapatkan hadiah buku diary dari sahabatnya.

Waktu itu Zyo yang masih SMP sedang berulang tahun. Dia enggak nyangka
kalau sahabatnya, Nadia, bakal ngasih hadiah buku diary. Awalnya sih bingung
mau diapakan buku diary itu. Maka, dia iseng saja menulis cerita-cerita di sana.
Cerita apa pun, yang kebetulan sedang terlintas di pikiran, dia tuliskan.

Ternyata banyak teman-teman Zyo yang suka setelah dia tunjukkan cerita-cerita
itu kepada mereka. Bahkan mereka ikut-ikutan menulis di buku diary.
Mendengar hal itu Zyo jadi semakin bersemangat untuk menulis cerita-cerita
lainnya. Dia berniat akan lebih serius lagi dalam menekuni hal itu.

Tentu saja kemampuan Zyo menulis cerita ini tidak muncul begitu saja. Dia
mengatakan, suka membaca sejak masih SD. Sehingga secara otomatis
memorinya menyimpan banyak sekali referensi materi yang setiap saat akan
memudahkannya ketika menulis. Iya, sebagaimana yang sering dikatakan para
penulis bahwa, modal utama untuk menjadi penulis adalah dengan banyak
membaca.

Maka, wajar sekali jika kemudian di usia Zyo yang masih 14 tahun bisa lolos
seleksi peserta Kampus Fiksi reguler yang pernah diadakan oleh penerbitDivaPress. Bukan perkara mudah buat Zyo untuk bisa ikut Kampus Fiksi. Karena
jika lolos, dia harus ke Jogja untuk ikut kelas regulernya.

Zyo sempat khawatir enggak mendapat izin dari orangtuanya. Namun, setelah
mengatakan keinginannya untuk ikut Kampus Fiksi, orangtuanya kemudian
memberi izin dengan satu syarat. "Entar kalau lolos, kamu boleh ke Jogja. Asal
ditemani Mama, ya?" pinta orangtuanya waktu itu.

Dia merasa lega setelah mendapat izin untuk ikut Kampus Fiksi. Sehingga ketika
mengirimkan cerpen untuk syarat seleksi, Zyo bisa fokus menulisnya dengan
sepenuh hati. Dia sangat menikmati prosesnya. Maka, ketika daftar peserta
Kampus Fiksi diumumkan dan namanya ada di antara daftar peserta, dia merasa
senang banget. Akhirnya dia bisa ke Jogja bersama Mama untuk ikut Kampus
Fiksi reguler.

Di event Kampus Fiksi inilah Zyo mendapat banyak sekali pengalaman dan
pengetahuan tentang menulis. Khususnya menulis cerita-cerita fiksi dari peserta
lain yang terjaring dari seluruh wilayah di Indonesia. Juga mendapat materi dari
para editor dan pembimbing yang dihadirkan oleh Penerbit DivaPress.

Bagi Zyo yang masih sekolah, membagi waktu antara kegiatan belajar dan
menulis memang enggak mudah. Terutama ketika mendekati masa-masa ujian
sekolah. Kadang Zyo harus fokus belajar dan vakum dari kegiatan menulis untuk
sementara waktu. Tentu saja Zyo enggak mau jika nanti orangtuanya kecewa
karena prestasi belajar dia menurun.

"Saya bukan orang yang jadiin passion sebagai pekerjaan, jadi nulis ya kalau lagi
pengen. Banyak yang menyayangkan hal ini sih, karena kata mereka sebenernya
saya udah punya modal, tinggal usaha dikit bakal bisa dapat uang banyak."

Inilah menurut saya yang paling menarik dari sosok Zyo, dia enggak terobsesi
untuk menjadikan passion sebagai alat untuk mencari uang. Dia menulis, karena
memang ingin menulis. Berbeda sekali dengan fenomena saat ini. Sebagaimanayang kita kita lihat, betapa banyak orang berbondong-bondong ingin jadi penulis
karena ingin populer dan mendapat banyak uang.

Zyo sama sekali enggak tergoda untuk jadi populer atau mendapat banyak uang
dari menulis. Bagi mahasiswi UGM ini, kepopuleran dan uang akan datang
dengan sendirinya ketika kita mampu menunjukkan kualitas karya. Jadi,
fokusnya adalah memperbaiki kualitas, bukan pada popularitas dan uang.
Ketika saya tanya mengenai penulis idola, Zyo menyebut dua nama. Dialah Reza
Nufa dan Prisca Primasari, yang menurutnya punya kualitas tulisan yang bagus.
Reza dengan keluasan wawasannya, sedangkan Prisca dengan aroma romance
dan kepiawaian dalam mendeskripsikan setting cerita. Maka, wajar jika Zyo
sangat suka menulis cerpen.

Zyo tahu dia punya bakat menulis yang baik. Namun, saat ini dia belum
mengeksplore dengan total karena masih fokus dalam tugas belajarnya sebagai
mahasiswa. Meski demikian, Zyo tetap menulis. Dia memanfaatkan waktu luang
untuk menulis cerpen, dan kadang ikut lomba menulis.

Ada satu rahasia yang ingin dia bagi kepada sahabat JPI, yaitu sebuah kalimat
yang selalu memotivasi dia untuk berkarya. Terutama ketika sedang mengikuti
lomba. Dia selalu inget kalimatnya Pandji Pragiwaksono, "Dalam berkarya,
sedikit lebih beda itu lebih baik daripada sedikit lebih baik."

Memang ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa, bakat enggak
berpengaruh banyak terhadap kesuksesan seseorang. Namun disadari atau
enggak, orang yang memiliki bakat akan lebih mudah mengembangkan diri
ketimbang yang sama sekali enggak berbakat.

Bagaimana dengan diri kita? Sudah maksimalkah usaha kita untuk mengasah
bakat?

Untuk menghubungi Zyo, bisa melalui:
Instagram: @_zyoooo

Ditulis oleh: Seno Ns, seorang penulis konten profesional di beberapa website,
seperti bixbux.com, trenlis.co, dan mengelola puluhan web/ blog. Bisa dihubungi
melalui email: nersseno@gmail.com, facebook: Seno Ners, Instagram: @senoners

Posting Komentar untuk "Bakat Terpendam Zyo dan Sebuah Buku Diary "

www.jaringanpenulis.com




Affiliate Banner Unlimited Hosting Indonesia
SimpleWordPress